• Minggu, 21 Desember 2025

Ray Rangkuti Kritik Pujian Bahlil untuk Soeharto: Jangan Tukar Luka HAM dengan Julukan 'Macan Asia'

Photo Author
- Senin, 10 November 2025 | 09:44 WIB
Soeharto dinilai tak pantas mendapat gelar Pahlawan Nasional atas berbagai kasus pelanggaran HAM di masa Orde Baru (Foto: Instagram/@arsip_bangsa.id)
Soeharto dinilai tak pantas mendapat gelar Pahlawan Nasional atas berbagai kasus pelanggaran HAM di masa Orde Baru (Foto: Instagram/@arsip_bangsa.id)

KONTEKS.CO.ID - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menentang keras wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Ia menilai, langkah itu bukan hanya ironi sejarah, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap jutaan korban pelanggaran hak asasi manusia selama 32 tahun rezim Orde Baru berkuasa.

Menurut Ray, dukungan Ketua Umum DPP Partai Golkar ,Bahlil Lahadalia terhadap wacana tersebut menunjukkan sikap yang menutup mata terhadap fakta sejarah kelam yang ditinggalkan Soeharto.

“Bahlil mau menukar korban HAM, represi, pemberangusan demokrasi, hukum yang tidak adil, berbagai pelanggaran HAM, eksplorasi sumber daya alam yang justru menimbulkan kemiskinan di kantong-kantong SDA itu dikeruk, yang menciptakan kesenjangan ekonomi di antara warganya, memberangus kebebasan dengan julukan 'Macan Asia’,” ujar Ray dalam keterangan tertulisnya kepada Konteks.co.id, Senin, 10 November 2025.

Baca Juga: Ketika Bahlil Doakan Soeharto Dapat Gelar Pahlawan Nasional, 32 Tahun Menjabat Bawa Indonesia Jadi 'Macan Asia'

Ia menilai, narasi keberhasilan Soeharto yang sering digaungkan, seperti swasembada pangan atau stabilitas ekonomi hanyalah hiasan semu yang menutupi kenyataan getir di baliknya.

“Dia hanya membicarakan apa yang nampaknya sukses di depan mata sambil menutup hati dan empati pada jutaan korban dari kebijakan Soeharto,” tegas Ray.

Lebih jauh, mantan aktivis 98 itu membantah klaim bahwa era Soeharto membawa kedaulatan ekonomi dan energi nasional.

Ray menilai justru sebaliknya, Indonesia kala itu tergantung penuh pada utang luar negeri serta dikuasai oleh perusahaan multinasional di sektor strategis.

“Tak ada kedaulatan ekonomi dan energi di era Soeharto. Ekonomi kita tergantung pada utang dan eksplorasi SDA. Energi kita dikuasai oleh perusahaan-perusahaan multinasional seperti Freeport, Newmont dan lain-lain,” kritiknya.

Baca Juga: Istana Isyaratkan Soeharto Bakal Resmi Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ini Alasannya

Menurut Ray, kebijakan Orde Baru yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya dan pembangunan semu telah meninggalkan beban ekonomi jangka panjang yang kini masih ditanggung bangsa Indonesia.

“Apa yang kita alami saat ini adalah implikasi kebijakan ugal-ugalan Soeharto di era Orba. Kita harus bayar utang besar ke IMF plus SDA kita habis dikeruk. Ekonomi hanya bertumpu pada dua sektor itu. Dan kitalah sekarang yang harus membayarnya,” terang Ray.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X