• Minggu, 21 Desember 2025

Dugaan Markup Proyek Whoosh 'Mengerikan', Ekonom Sebut Pembengkakan Biaya Tak Wajar Harus Diselidiki

Photo Author
- Selasa, 21 Oktober 2025 | 05:53 WIB
Ekonom Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan (Foto: YouTube/Forum Keadilan TV)
Ekonom Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan (Foto: YouTube/Forum Keadilan TV)

KONTEKS.CO.ID - Ekonom Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menilai pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutup utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh sudah sangat tepat.

Menurutnya, bila APBN dipakai untuk menutup utang tersebut, maka tindakan itu bisa masuk kategori pelanggaran.

“Nah ini tidak boleh dan ini bisa melanggar. Dan kalau APBN digunakan untuk itu jadi yang akan menanggung itu Menteri Keuangan sendiri, karena ini akan melanggar APBN,” ujar Anthony dalam podcast Madilog di channel YouTube Forum Keadilan TV, yang tayang pada Senin, 20 Oktober 2025.

Baca Juga: P3S Desak KPK dan Kejagung Usut Mark up Proyek Kereta Cepat Whoosh dan Periksa Jokowi

Anthony menegaskan, dalam APBN 2025 maupun 2026 tidak terdapat satupun mata anggaran untuk membiayai proyek kereta cepat. Karena itu, penolakan Purbaya hanya menegaskan fakta hukum dan anggaran yang sudah jelas.

“Dalam APBN 2025 tidak ada dana untuk mata anggaran kereta cepat. Mau apapun itu, mau bunga, mau apa, nggak ada," tegasnya.

"Dan 2026 pun tidak ada. Kan sudah disahkan kan undang-undang tentang APBN 2026. Jadi tidak ada. Jadi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya adalah cuma menegaskan, eh ini kita nggak ada mata anggarannya. Jadi tidak bisa dipakai,” imbuh Anthony.

Sejak Awal Sarat Masalah

Anthony menyebut proyek kereta cepat Whoosh bukan sekadar proyek transportasi yang tersendat, namun sejak awal sudah sarat persoalan mendasar. Banyak masukan publik yang memperingatkan proyek ini tidak layak secara ekonomi dan berpotensi menjadi beban negara.

“Sejak proyek ini mau diluncurkan, mau diinisiasi, itu sudah dibilang, banyak sekali orang-orang memberikan masukan bahwa proyek ini tidak visible. Tidak bisa untuk dilakukan,” tegasnya.

Menurut Anthony, rencana awal proyek ini seharusnya mencakup jalur Jakarta–Surabaya, namun kemudian dialihkan menjadi Jakarta–Bandung.

Baca Juga: KPK Respons Mahfud MD yang Sebut Laporan Mark Up Whoosh Aneh

Jepang pun awalnya diikutsertakan dalam tender. Namun, dugaan kuatnya keikutsertaan Jepang hanya sebagai alat pengontrol harga dan justifikasi tender.

“Saya mencurigai begini, bahwa Jepang diikutsertakan karena untuk mengontrol harga. Karena harga dari itu kan murah sekali, dari China seharusnya murah. Mungkin bisa 60 persennya dari Jepang. Nah makanya Jepang diikutsertakan, kesatu adalah memang harus ada tender, dan kedua adalah memang untuk mengkontrol harga. Jadi semacam justifikasi,” jelas Anthony.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X