Relevansi terhadap Amanat UU Otonomi Khusus
Imbir menegaskan, Keppres 110P/2025 perlu diuji terhadap semangat dan amanat UU No.2/2021 yang menegaskan bahwa pelaksana utama Otsus adalah BP3OKP.
Adapun, jika Komite baru dibentuk karena BP3OKP dianggap belum efektif, maka langkah perbaikan internal seharusnya diutamakan daripada membentuk lembaga baru yang justru memperkeruh sistem koordinasi.
Pemerintah, kata dia, seharusnya menilai efektivitas kebijakan berdasarkan kesejahteraan masyarakat Papua, bukan pada seberapa banyak lembaga yang dibentuk.
Baca Juga: Gunung Ibu di Halmahera Barat Maluku Utara Erupsi Dahsyat, Kolom Abu Capai 2.000 Meter!
"Setiap inisiatif baru harus terbukti memberikan dampak nyata bagi rakyat Papua, bukan sekadar menambah lapisan birokrasi," katanya.
Kritik Substansi dan Orientasi Kebijakan
Institut USBA menilai, akar masalah pembangunan Papua tidak terletak pada kurangnya lembaga, tetapi pada ketimpangan ekonomi, ketidakadilan fiskal, dan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat.
Kebijakan percepatan yang hanya diukur melalui proyek infrastruktur dan investasi tanpa memperhatikan dimensi sosial, budaya, dan ekologis akan terus melahirkan pembangunan tanpa manusia, bukan pembangunan untuk manusia.
"Masalah Papua tidak akan selesai dengan menambah nama lembaga baru. Yang dibutuhkan adalah koreksi terhadap desain pembangunan yang gagal memahami akar masalah," tegas Imbir.
Baca Juga: Penjelasan Pakar Soal Etanol, Apakah Bikin Boros dan Aman untuk Mesin
Untuk itu, Institut USBA menyampaikan sejumlah rekomendasi yakni:
1. Cabut Keppres No. 110P/2025
Keppres ini bertentangan dengan semangat dan arsitektur hukum Otsus. Pemerintah harus menghentikan semua pembentukan lembaga baru di luar mandat UU hingga ada evaluasi publik yang independen.
2. Revisi UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua
Revisi perlu memastikan BP3OKP berada langsung di bawah Presiden agar memiliki otoritas kuat dan independen, serta menghindari tumpang tindih kelembagaan.
3. Lakukan Audit Politik dan Kelembagaan terhadap BP3OKP
Audit tidak hanya administratif, tetapi juga harus mencakup legitimasi sosial dan politik untuk memastikan representasi dan kepentingan Orang Asli Papua (OAP) benar-benar terakomodasi dan terartikulasi.
4. BP3OKP Harus Melibatkan Orang Asli Papua (OAP) dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Musyawarah Besar Adat Papua
Ini penting agar pengawasan dan arah kebijakan mencerminkan aspirasi masyarakat adat Papua secara autentik.
Artikel Terkait
Institut Usba: Tambang Nikel Hancurkan Harapan Masa Depan Papua
Institut USBA Desak Pemerintah Cabut IUP PT Gag Nikel dan Audit Kerusakan Lingkungan Raja Ampat
Melihat Lagi Desakan Institut USBA Agar Wapres Gibran Berkerja untuk Papua, Jangan Hanya Seremonial
Institut Usba Tegaskan Tiga Pulau Bagian dari Raja Ampat, Tapi Imbau Kedepankan Dialog Harmoni
Presiden Prabowo Lantik Ari Sihasale Jadi Anggota Percepatan Otsus Papua, Ini Daftar Lengkapnya