KONTEKS.CO.ID - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut adanya modus layering atau calo pada kasus dugaan rasuah pengadaan mesin EDC BRI.
Dugaan korupsi pengadaan mesin transaksi canggih di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. terjadi pada periode 2020-2024.
KPK menilai semestinya, Bank BRI bisa melakukan pengadaan dengan langsung membelinya dari principal atau produsennya langsung.
Baca Juga: 23 Juli Hari Apa? Ini Makna Penting di Balik Hari Anak Nasional 2025 ke-41 yang Perlu Kamu Tahu
“Modus tindak pidana korupsi di pengadaan mesin EDC BRI ini, kami ketahui BRI melakukan pengadaan mesin EDC memanfaatkan leyering yang seharusnya dia (manajemen BRI) bisa membeli (langsung) dari principal,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, mengutip Rabu 23 Juli 2025.
Lantaran adanya perantara alias calo dalam pembelian mesin EDC BRI, otomatis harga barangnya menjadi lebih mahal dari semestinya. Karena ada pihak-pihak yang dilibatkan dalam proses pengadaannya.
“Dibuat ada layer yang kemudian menjadi perantara untuk proses pengadaannya. Dengan adanya pihak (yang membantu) ini, maka nilai (harga) dari mesin EDC menjadi lebih mahal,” paparnya.
Baca Juga: Gratis, Garena Bagikan Kode Redeem FF Free Fire Edisi Hari Anak Nasional: Rabu 23 Juli 2025, Sikat!
Budi menambahkan, KPK menduga dalam proses ini terjadi kesepakatan jahat (meeting of mind) antarpihak guna memperkaya diri sendiri maupun pihak tertentu.
Walaupun demikian, penyidik masih menelusuri sejumlah pengadaan yang dilaksanakan dengan sistem beli putus atau skema sewa.
“Semuanya masih didalami langtaran tempus perkaranya 2020 hingga 2024 dan itu ada beberapa pengadaan. Baik pengadaan yang beli putus ataupun yang sewa dan itu juga melibatkan sejumlah penyedia, penyedia barang dan jasa dari mesin EDC ini,” paparnya.
Baca Juga: AS Turunkan Tarif Impor Produk RI Jadi 19 Persen, Ekspor Diproyeksi Melonjak di Paruh Kedua 2025
KPK Periksa Empat Saksi
Sekadar menambahkan, KPK pada Senin 21 Juli 2025 melakukan memeriksa terhadap empat saksi yang berasal dari pihak swasta dan internal BRI.
Penyidik mendalami keterangan terkait pengondisian yang dilakukan internal BRI atau pihak terkait lainnya. Pemeriksaannya dilangsungkan di Gedung Merah Putih KPK.
Mereka yang diperiksa yaitu, WD (Direktur PT Prima Vista Solusi sejak 2014 sampai sekarang). Menyusul HAN (Direktur Bisnis Konsumer PT BRI sejak 2017 hingga sekarang).
Baca Juga: Vokalis Black Sabbath, Ozzy Osbourne, Meninggal Dunia Setelah Konser Perpisahan yang Tak Akan Dilupakan Penggemarnya
Saksi ketiga berisial AP penjabat Executive Vice President (EVP) Payment Solution & Service PT Bringin Inti Teknologi. Terakhir, DN sebagai pegawai BRI Pusat sekaligus eks sekretaris Catur Budi Harto, Wakil Direktur Utama BRI yang berstatus tersangka.
Sekadar mengingatkan, merujuk perhitungan awal yang dilakukan penyidik KPK jumlah kerugian negara akibat tindak rasuah itu mencapai angka Rp744 miliar.
Pada perkara itu, KPK menjadikan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Catur Budi Harto (Wakil Direktur Utama BRI tahun 2019-2024), Indra Utoyo (Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI tahun 2020–2021).
Baca Juga: Irjen Pol Rudi Darmoko di Pelataran Sonaf Bikomi Plenat Leob: Ketika Polisi Diterima Masyarakat Adat Bukan karena Wewenangnya
Lalu Dedi Sunardi (SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI tahun 2020), Elvizar (Dirut PT Pasifik Cipta Solusi), dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja (Dirut PT Bringin Inti Teknologi). ***
Artikel Terkait
Gasss Poll! Bukan 10, KPK Langsung Geber Pemeriksaan 20 Saksi Kasus Korupsi Mesin EDC BRI
KPK Periksa 20 Saksi Terkait Kasus Korupsi EDC BRI: Ada George Filandow, Indra Utoyo, dan Irni Palar
Penyidik KPK Tanya Peran Direktur Manajemen Risiko BRI Danar Widyantoro dalam Pengadaan Mesin EDC Bank Rakyat Indonesia
Simak Ulang Respons Dirut BRI Hery Gunardi, Baru Menjabat Sudah Diterpa Kasus Pengadaan Mesin EDC Direksi Lama
Dugaan Korupsi EDC BRI: Hari Ini Penyidik KPK Gali Keterangan 4 Saksi, Termasuk Direktur Bisnis Konsumer Bank Rakyat Indonesia