• Minggu, 21 Desember 2025

Irjen Pol Rudi Darmoko di Pelataran Sonaf Bikomi Plenat Leob: Ketika Polisi Diterima Masyarakat Adat Bukan karena Wewenangnya

Photo Author
- Selasa, 22 Juli 2025 | 22:48 WIB
Disambut Takanab -ritual penerimaan khas Timor- dan diiringi tiupan Puf, terompet tanduk kerbau- Kapolda NTT Irjen Pol Rudi Darmoko dijadikan bagian dari tatanan budaya masyarakat Bikomi. (Humas Polri)
Disambut Takanab -ritual penerimaan khas Timor- dan diiringi tiupan Puf, terompet tanduk kerbau- Kapolda NTT Irjen Pol Rudi Darmoko dijadikan bagian dari tatanan budaya masyarakat Bikomi. (Humas Polri)


KONTEKS.CO.ID - Kapolda NTT Irjen Pol Rudi Darmoko memiliki cara humanis dalam mendekatkan institusi polisi ke masyarakat adat di Timor Tengah Utara. 

Upaya mendekatkan polisi ke masyarakat adat di awali di pelataran Sonaf Bikomi Plenat Leob, istana suku besar di Timor Tengah Utara (TTU).

Langkah kaki Irjen Pol Rudi Darmoko di pelataran Sonaf Bikomi Plenat Leob bukan hanya sebagai Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT). Tapi juga sebagai seorang tamu yang dirangkul oleh budaya, diterima dalam ikatan leluhur, dan dimahkotai sebagai bagian dari komunitas adat.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Aturan Wajib Logo TKDN untuk Produk Dalam Negeri

Ini adalah kisah tentang bagaimana institusi Polri melalui Irjen Pol Rudi Darmoko mencari akar dalam nilai-nilai tradisi. Juga bagaimana masyarakat adat memelihara ingatan kolektif tentang negara melalui simbol dan rasa hormat.

Di pelataran Lopo, rumah adat yang menjadi pusat musyawarah dan perlindungan nilai budaya, pemilik Adhi Makayasa Akpol 1993 itu menerima Pilu atau Mahkota dari Kain. 

Ia juga menerima selendang tenun dan Kain Bete, tiga atribut yang bukan hanya bersifat simbolik, tapi juga menyatakan penerimaan batin yang sarat makna oleh komunitas adat.

Baca Juga: Dirut PLN Darmawan Prasodjo Umumkan Tarif Listrik 2025, Berlaku Mulai Juli

Semua ini bentuk kepercayaan yang tak bisa dibeli dengan jabatan, pangkat, atau kekuasaan. Pengalaman yang hanya bisa diperoleh melalui penghargaan dan pendekatan yang tulus.

Dalam pernyataan Usi Margorius Bana, tersirat makna mendalam tentang cara masyarakat adat memaknai relasi dengan negara. 

“Kapolda sekarang bukan hanya sebagai pimpinan Polri, tetapi juga bagian dari keluarga besar Sonaf,” ujar Usi Margo, mengutip laman Humas Polri, Selasa 22 Juli 2025.

Baca Juga: GIIAS 2025 Segera Dibuka, Diramaikan 120 Industri Pendukung dan 52 Merek Otomotif

Ama Sife, salah satu Tua Adat yang dihormati di Sonaf Plenat Leob, menyampaikan rasa haru dan simpati atas kunjungan Kapolda dan Ketua Bhayangkari Daerah NTT, Ny Vily Rudi Darmoko.

"Bapak Jendral ije atoin alekot, merendah. In kaot e msat nekne naleok, hokai dan nekai ok oke padahal hai ije atoin meto (Bapak Jendral ini orang baik, rendah hati. Istrinya juga sangat baik hatinya, memeluk dan mencium kami, padahal kami ini hanya orang kampung)," tutur Ama Sife

Ungkapan tersebut mencerminkan betapa hangat sosok Kapolda NTT dan istri di mata masyarakat adat, yang tidak melihat jabatan sebagai sekat. Tetapi sebagai jalan untuk merajut rasa saling menghargai dan memperkuat tali persaudaraan.

Baca Juga: Soal Ijazah Palsu, Benarkah Jokowi Menolak Diperiksa Penyidik di Mapolda Metro Jaya? Ini Jawaban Tim Pengacaranya

Ini adalah pelajaran penting bagi institusi mana pun bahwa keberlanjutan relasi tidak dibangun oleh proyek atau program jangka pendek. Namun dengan kesetiaan pada nilai, oleh kehadiran yang konsisten, dan oleh kerendahan hati dalam memahami kearifan lokal.

Penanaman pohon cendana oleh Rudi Darmoko menjadi simbol yang dalam maknanya. Di tanah Timor, cendana bukan sekadar pohon. Ia adalah warisan, pengingat waktu, dan lambang ketulusan yang tumbuh perlahan namun berharga.

Di sini, negara dan rakyat tak lagi berhadapan secara formalistik, tapi menyatu dalam bahasa simbol dan kesepakatan moral. 

Baca Juga: Kejagung Pantau Keberadaan Riza Chalid, Terakhir Terdeteksi Berada di Malaysia

Inilah bentuk hubungan yang lebih kuat dari sekadar surat perjanjian—ini adalah ikatan jiwa sosial yang hanya bisa lahir dari pertemuan hati dan kebersamaan.

Kunjungan ini menjadi cermin dari pergeseran paradigma Kepolisian. Yakni, tugas utama Polri bukan cuma menjaga hukum secara represif, tapi merawat jalinan kepercayaan dengan masyarakat. Terutama melalui pendekatan budaya yang mengedepankan dialog, pengakuan, dan kehadiran manusiawi.

Melalui kegiatan di atas, Kapolda NTT sudah memperlihatkan bahwa Polri adalah “Mitra Budaya”. Bukan dengan menguasai, tapi dengan menghormati; bukan dengan membatasi, tapi dengan mendekatkan diri; bukan dengan instruksi, tapi dengan penghayatan akan nilai-nilai kultural.

Baca Juga: Kompak Menang, Perang Saudara Fajar-Fikri vs Sabar-Reza Tersaji di 16 Besar China Open 2025

Momen di pelataran Sonaf Bikomi Plenat Leob ini menjadi napas segar bahwa negara bisa hadir secara lembut. Selain itu, aparat polisi bisa diterima bukan lantaran wewenangnya.

Namun, mereka diterima warga adat karena empati dan penghormatan terhadap warisan budaya yang terpelihara di tengah masyarakat. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X