KONTEKS.CO.ID - Pengadaan electronic data capture atau mesin EDC di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk -selanjutnya ditulis BRI- menjerat 5 (lima) orang tersangka. Salah satunya mantan Wadirut BRI Catur Budi Harto.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, pengadaan mesin EDC BRI yang dilakukan pada tahun anggaran 2020-2024 berlangsung dalam dua skema.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan, bahwa skemanya terdiri dari Full Managed Service EDC Single Acquirer atau sistem sewa.
Baca Juga: Bank Jakarta Bantah Lakukan Gratifikasi Mobil Mewah ke Komisioner BAZNAS DKI
Kedua, skema beli putus, yakni metode di mana pembeli membayar penuh atas barang yang dibeli. Dengan demikian, seluruh risiko dan kepemilikan langsung berpindah kepada si pembeli, dalam hal ini BRI.
"Garis besarnya dari dua hal tadi pengadaan beli putus dengan sewa, nilai anggarannya mencapai Rp2,1 triliun," ungkap Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, mengutip Senin 9 Juli 2025.
Untuk skema sewa, Bank BRI menyiapkan anggaran senilai Rp581,79 miliar berdurasi kontrak selama 3 (tiga) tahun.
Baca Juga: 7 Cara Atasi Google Drive Penuh: Tips Praktis Biar Penyimpanan Lega Lagi
Anggarannya berasal dari pos GL Managed Service IT. Vendor dibayar secara bertahap, masing-masing Rp29,73 miliar (2021), Rp176,43 miliar (2022) serta Rp418,18 miliar (2023).
Di tahun 2023, BRI memperpanjang kontrak FMS untuk periode 2024-2026 senilai Rp3,1 triliun. Untuk pembayaran pertama pada perpanjangan kontrak itu berlangsung tahun 2024 senilai Rp634,2 miliar.
Alokasi anggaran menggunakan dana Managed Services E-Channel & UKO dari Divisi ISG (IT Strategy & Governance) di Direktorat Digital, IT, & Operation BRI. Sedangakn sisanya Rp2,4 triliun belum digunakan karena skemanya masih berlangsung.
Baca Juga: Produk Beras Oplosan Produksi Wilmar Group dan Food Station Tjipinang Jaya Menghilang dari Toko Ritel Modern
Artinya, total realisasi pembayaran pengadaan FMS EDC berskema sewa di tahun 2021-2024 tembus angka Rp1,25 triliun. Sedangkan jumlah unit yang dikelola untuk kebutuhan merchant ada 200.067 EDC.
Pada skema itu, Perseroan menunjuk PT Bringin Inti Teknologi, PT Pasifik Cipta Solusi, dan PT Prima Vista Solusi selaku pemenang vendor. Namun ketiganya diduga memenangkan proyek tanpa jalur yang seharusnya.
Asep menjelaskan pembagiannya, yakni PT Bringin Inti Teknologi mengelola 85.195 unit senilai pembayaran Rp628,78 miliar. Lalu PT Pasifik Cipta Solusi bertanggung jawab atas 100.244 unit EDC seharga Rp557,19 miliar, dan terakhir PT Prima Vista Solusi yang dipercaya mengelola 14.628 unit dan mendapat pembayaran Rp72,57 miliar.
Baca Juga: Didukung Syifa Hadju, El Rumi Makin Percaya Diri Hadapi Jefri Nichol di Ring Tinju JCC
Sedangkan pada skema beli putus, BRI memanfaatkan anggaran dari pos investasi teknologi informasi. Dana itu dikelola Direktorat Digital, IT, dan Operation BRI.
Untuk kebutuhan pengadaan tersebut, total jumlah perangkat EDC Android yang dibeli BRI ada 346.838 unit. Nilai totalnya sebesar Rp942.794.220.000 untuk periode 2020-2024.
Asep menyebutkan, perangkat perangkat transaksi elektronik itu dilakukan bertahap. Awalnya dilakukan pada 2020 sebanyak 25.000 unit, 838 unit (2021), 55.000 (2022), dan 50.000 unit (2023).
Baca Juga: Twibbon MPLS 2025 untuk TK-SMA, Gratis, Keren, dan Bisa Dibuat Sendiri Lewat HP!
Beranjak ke tahap kedua di 2023 yang pengadaannya dilakukan satu tahun kemudian, BRI kembali membutuhkan 200.000 unit. Tapi di tahap ini KPK belum menyebutkan perusahaan yang terlibat.
Pada kasus ini, KPK sudah menetapkan 5 orang tersangka. Masing-masing mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto; Indra Utoyo (Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI).
Kemudian Dedi Sunardi sebagai SEVP Manajemen Aset dan Pengadaan BRI; Elvizar, Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi; dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja, Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi.
Baca Juga: Direksi Jawa Pos Angkat Bicara Perkara Dahlan Iskan: PT Dharma Nyata Rutin Setor Dividen, Tiba-Tiba Berhenti!
KPK mengumumkan, seluruh perbuatan tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3, serta Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Selain itu, pelanggaran tu juga berhubungan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ***
Artikel Terkait
KPK Sita Bilyet Deposito Rp28 Miliar Terkait Dugaan Korupsi Mesin EDC BRI
Geledah 5 Rumah dan 2 Kantor, KPK Sita Uang Rp5,3 Miliar dari Kasus Korupsi Pengadaan EDC BRI
Korupsi Pengadaan EDC BRI, KPK Sudah Kantongi Nama Pemilik Bilyet Deposito Rp28 Miliar, Siapa?
Indra Utoyo dan Catur Budi Harto Resmi Tersangka Dugaan Korupsi EDC BRI, Rugikan Negara Rp744,54 M
Indra Utoyo Mundur dari Allo Bank usai Jadi Tersangka Dugaan Korupsi EDC BRI