• Senin, 22 Desember 2025

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar: KUHP Baru Momentum Perkuat Komitmen Terhadap Jurnalisme Berkualitas

Photo Author
- Senin, 30 Juni 2025 | 19:05 WIB
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menerima cindera mata dari Ketua Forwaka Baren Siagian usai membuka coaching Klinik Klinik untuk Jurnalis di Hotel Gran Mahakam Jakarta, Senin 30 Juni 2025. (Foto: Forwaka)
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menerima cindera mata dari Ketua Forwaka Baren Siagian usai membuka coaching Klinik Klinik untuk Jurnalis di Hotel Gran Mahakam Jakarta, Senin 30 Juni 2025. (Foto: Forwaka)

KONTEKS.CO.ID -  Perlu ada keseimbangan bagaimana pers dapat memahami kaidah-kaidah hukum. Di sisi lain, pers juga dapat mengembangan diri dalam pelbagai karya jurnalistiknya.

Demikian disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar, saat membuka acara Coaching Clinic Hukum untuk Jurnalis: Memahami Delik Pers dalam KUHP Baru, di Jakarta, Senin (30/6). Kegiatan itu diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka) dan Puspenkum Kejagung.

Sebelumnya, DPR dan pemerintah telah mengesahkan UU NoMOR 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional), yang akan berlaku 2 Januari 2026. Namun, lahirnya regulasi itu sempat menuai polemik lantaran dianggap dapat mengancam kebebasan pers dan demokrasi.

Baca Juga: Indonesia Longgarkan Aturan Impor Jelang Batas Waktu Negosiasi Tarif AS

Dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang telah membawa perubahan signifikan dalam lanskap pers di Indonesia, menurut Harli, kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang tak tergantikan. Di sisi lain, kebebasan tersebut terus diiringi dengan tanggung jawab dan profesionalisme.

"Mengapa KUHP baru penting bagi pers? Ini pertanyaan mendasar. Kalau kita melihat KUHP lama warisan kolonial, itu tidak spesifik mengatur delik-delik yang berkaitan dengan aktifitas jurnalistik modern. Hal ini seringkali menimbulkan interpretasi yang beragam, dan berpotensi tumpang tindih dengan undang-undang sektoral lainnya, seperti UU Pers," katanya

Ia menilai KUHP baru sebagai produk legislasi nasional telah berusaha mengakomodasi dinamika sosial dan teknologi saat ini, termasuk di dalamnya aspek-aspek yang berkaitan dengan pers. Tujuannya adalah bagaimana menciptakan kepastian hukum dan memberikan rambu-rambu yang jelas bagi para pelaku pers.

Baca Juga: Kejagung Sukses Periksa 40 Saksi Kasus Dugaan Korupsi Laptop Chromebook, Kapan Giliran Jurist Tan Dijemput?

"Sehingga kalau kita lihat apa yang menjadi ruang lingkup delik pers dalam KUHP baru, penting untuk dicatat bahwa KUHP baru tidak secara spesifik juga memiliki bab atau pasal khusus terkait dengan delik pers. Namun, ada beberapa pasal yang berpotensi relevan dan dapat diterapkan pada aktivitas jurnalistik, di antaranya terkait dengan pencemaran nama baik dan fitnah."

KUHP baru, sambung dia, masih mengatur delik pencemaran nama baik, seperti Pasal 310 (pencemaran nama baik atau penistaan) dan fitnah (Pasal 311). Mesk demikian, diharapkan penerapannya terhadap produk jurnalistik tetap harus mempertimbangkan kaidah-kaidah jurnalistik dan prinsip praduga tak bersalah.

Kemudian, sambung Harli, terkait penyebaran berita bohong (hoaks). Pasal 263 dan 264 KUHP baru mengatur tentang penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat. Hal ini juga bisa menjadi perhatian serius bagi pers untuk selalu memastikan akurasi dan verifikasi infomasi yang diperoleh.

Baca Juga: Barcelona Isyaratkan Perpisahan, Jabatan Kapten Ter Stegen Bakal Dicopot?

Berikutnya, imbuhnya, menyangkut penyiaran berita atau pemberitahuan bohong tentang harga barang. "Memang pers ke depan ini bukan hanya soal orang lagi, tapi barang juga menjadi sesuatu yang patut dipertimbangkan Di dalam Pasal 265 KUHP baru juga mengkriminalisasi penyebaran berita bohong yang memengaruhi harga barang atau kurs mata uang," terang dia.

Buku Saku

Kolaborasi antara penegak hukum, Dewan Pers, dan organisasi jurnalis untuk merumuskan pedoman interpretasi dan implementasi yang adil serta proporsional sangat diperlukan. "Mungkin ke depan Dewan Pers perlu membuat satu buku saku terkait delik-delik ini, apa sih batasannya? Supaya ada pegangan bagi pers, insan pers," ucap Harli.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Jimmy Radjah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X