KONTEKS.CO.ID - Nasabah asuransi kesehatan kini tak bisa berobat ke dokter seenaknya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan baru terkait produk asuransi kesehatan.
Regulasi yang tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) No 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan akan efektif berlaku mulai tanggal 1 Januari 2026.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Ismail Riyadi, mengatakan, peraturan pada surat edaran tersebut ditujukan bagu produk asuransi komersial.
Baca Juga: Pemakzulan Gibran, Forum Purnawirawan Prajurit TNI: Jokowi Sok Pintar, Baca Pasal 7A UUD 1945!
Peraturan tidak berlaku pada skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
“Dengan ketentuan baru ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang, di tengah tren inflasi medis yang terus naik secara global,” kata Ismail pada keterangan resminya, mengutip Minggu 15 Juni 2025.
Lebih lanjut dia menjelaskan, SEOJK 7/2025 memiliki sejumlah ketentuan terbaru. Misalnya, skema co-payment, fitur coordination of benefit, hingga sampai pembentukan Dewan Penasihat Medis.
Baca Juga: Menteri UMKM Tegaskan 30 Persen Ruang Publik Harus untuk UMKM
Apa Itu Skema Co-payment?
Produk asuransi kesehatan nantinya wajib mengadopsi pembagian risiko atau co-payment. Yakni, pemegang polis harus menanggung paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim.
Rinciannya, untuk rawat jalan batas maksimum co-payment-nya senilai Rp300.000 per pengajuan klaim.
Sementara untuk rawat inap, batas maksimumnya per klaim Rp3.000.000.
Sekadar catatan, skema ini cuma berlaku bagi produk dengan prinsip ganti rugi atau indemnity dan skema pelayanan kesehatan terkelola alias managed care. Produk asuransi mikro mendapat pengecualikan dari ketentuan ini.
Baca Juga: Tunjangan Dokter Spesialis Daerah 3T Diusulkan Rp30 Juta, Tinggal Tunggu Lampu Hijau Prabowo
Coordination of Benefit
Produk asuransi kesehatan harus mempunyai fitur koordinasi manfaat atau coordination of benefit. Fitur memungkinkan koordinasi pembiayaan dengan layanan kesehatan melalui skema JKN milik BPJS Kesehatan.
Penjelasan Dewan Penasihat Medis
Perusahaan asuransi yang menyediakan produk asuransi kesehatan diwajibkan mempunyai Dewan Penasihat Medis (Medical Advisory Board), tenaga ahli memadai, termasuk tenaga medis dengan kualifikasi dokter dan data kesehatan digital.
Regulasi ini bertujuan agar perusahaan asuransi dapat menganalisis efektivitas layanan medis serta pengobatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan mitra. ***
Artikel Terkait
PSAK 117 Jadi Game Changer! Laba Industri Asuransi Umum Melonjak 53,88%
Program Makan Bergizi Gratis Disorot, Pemerintah Siapkan Skema Asuransi untuk Antisipasi Keracunan
Rp328 Triliun Melayang, Asuransi Asia Hadapi Keterbatasan Pembayaran Klaim di Tengah Kerugian Ekonomi 2024
Turbulensi Asuransi Global Berimbas ke Indonesia, Diprediksi Ancaman Terus Berlanjut
Danantara Jadi Pemegang Saham Bank BUMN, OJK Soroti Soal Dana Kelola