KONTEKS.CO.ID - Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) memperingatkan pemerintah agar tidak memaksakan proyek produksi dimethyl ether (DME) sebagai pengganti gas LPG, terutama jika aspek keekonomiannya belum memadai.
Hal ini disampaikan oleh Pembina MITI, Mulyanto, yang juga merupakan anggota Komisi VII DPR RI periode 2019–2024.
Dalam pernyataannya, Minggu, 26 Mei 2025, Mulyanto mengingatkan meski proyek ini diklaim tidak bergantung pada pendanaan asing karena didanai oleh Danantara, tetap saja pemerintah harus menghitung ulang kelayakan ekonominya secara cermat.
Baca Juga: Empat Bukti Jampidsus Febrie Adriansyah Diduga Merintangi Penyidikan Kasus Korupsi Zarof Ricar
“Kalau tidak akurat, dikhawatirkan rakyat yang akan menjadi korban, khususnya pengguna gas melon 3 kilogram. Harga DME bisa lebih mahal atau justru membutuhkan subsidi besar dari negara,” ujarnya.
Mulyanto menegaskan, pemerintah tidak boleh memaksakan proyek DME dengan cara mengancam akan mengambil alih sebagian wilayah operasi PT Bukit Asam (PTBA) jika perusahaan tersebut menolak menjalankan proyek ini.
“Sebaiknya program DME tidak dipaksakan. Pemerintah harus bijak menjaga daya beli masyarakat dan keberlanjutan fiskal negara,” lanjutnya.
Menurut Mulyanto, hingga kini data keekonomian proses gasifikasi batu bara untuk menghasilkan DME masih menunjukkan biaya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan impor LPG.
Baca Juga: Jumlah Uang yang Beredar di Indonesia Turun Rp9.309 Triliun
Ia menyebut jika proyek ini dipaksakan, beban subsidi hanya akan berpindah dari pembelian LPG ke produksi DME.
“Kalau secara ekonomi tidak menguntungkan, ya jangan dipaksakan. Nanti malah negara harus mengalokasikan subsidi dari APBN untuk DME. Sama saja memindahkan beban dari satu kantong ke kantong lainnya,” kata Mulyanto.
Meski demikian, ia tidak menampik bahwa ide produksi DME dari batu bara memiliki potensi strategis. Selain untuk menjaga serapan batu bara domestik seiring dengan rencana penutupan PLTU, proyek ini juga bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG dan beban subsidi gas melon.
Namun, ia menekankan bahwa keputusan investasi harus tetap berdasarkan pertimbangan teknologi dan keekonomian yang objektif.
Artikel Terkait
Lagi Ramai Gas LPG 3 Kg, Penyidik Jampidsus Kejagung Acak-Acak Kantor Anak Buah Bahlil
Bahlil Mau Gebuk Penyeleweng Distribusi LPG 3 Kg, Negara Rugi Rp30,4 Triliun
Uang Korupsi Bos Pertamina Patra Niaga Bisa untuk Borong 8,3 Miliar Tabung Gas LPG 3 Kg
Pemerintahan Prabowo Genjot Gasifikasi Batu Bara, Targetkan Dimethyl Ether Gantikan LPG
Pertamina Patra Niaga Pastikan Pasokan LPG dan BBM Aman Selama Libur Lebaran 2025