Itu bersumber dari komponen Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun, Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun, Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun, Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, dan Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
Namun ternyata menurut Sugeng, komponen kerugian negara pada lima cluster itu tidak ada kaitannya dengan pengoplosan atau blending dan mark up kontrak shipping (pengiriman minyak) yang dituduhkan kepada para tersangka, yang dikualifisir obscuur libel.
Tentu hal itu tidak sesuai antara petitum dengan posita. Kata Sugeng juga, tidak ada relevansinya antara peristiwa hukum yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun dengan dugaan pengoplosan/blending dan markup kontrak shipping (pengiriman minyak).
Baca Juga: Redam Huru-hara IHSG, Prabowo Panggil Para Investor Pasar Modal
“Fakta ini yang membuat penyidikan kasus korupsi Pertamina ini dicurigai sebagai bukan murni untuk penegakan hukum. Melainkan memiliki tujuan-tujuan tertentu di luar hukum," demikian Sugeng.***
Artikel Terkait
Penuhi Panggilan Kejagung Terkait Korupsi Pertamina, Ahok Bawa Banyak Dokumen
Diperiksa Kejagung, Ahok Justru Ditunjukkan Banyak Data Korupsi Pertamina
Usai Diperiksa Terkait Korupsi di Pertamina, Ahok Justru Bahas soal E-Katalog
Jaksa Agung Pastikan Panggil Erick Thohir Terkait Korupsi Pertamina
SPBU di Bogor Diduga Curangi Takaran BBM Lewat HP Dibongkar Mendag Budi Santoso, Pertamina Sebut Akan Tindak Tegas
Pertamina Patra Niaga Pastikan Pasokan LPG dan BBM Aman Selama Libur Lebaran 2025