Ternyata perempuan tersebut disambut dengan berita tewasnya ayah, anak, suami, dan saudara laki-lakinya di medan perang. Perempuan tersebut terus melewati pasukan kaum muslimin hingga barisan paling belakang. Mereka berkata kepadanya, "Ayahmu, suamimu, saudara laki-lakimu, anakmu, semuanya gugur."
Perempuan itu tidak mempedulikan berita itu. Ia terus bertanya, "Apa yang menimpa Rasulullah?" Mereka berkata kepadanya, "Beliau ada di hadapanmu. Ketika perempuan itu telah sampai di dekat Rasulullah SAW, ia pun memegang salah satu ujung dari pakaian Nabi seraya berkata, "Sungguh wahai Rasulullah, aku tidak peduli apapun yang terjadi selama engkau selamat dari mara bahaya." (Disebutkan dalam Hilyah al-Auliyâ’, Shifah ash-Shafwah dan lain-lain).
Baca Juga: Mahfud MD Desak RUU Perampasan Aset: Korupsi SDA Buat Rakyat Kehilangan Rp20 Juta per Bulan
Saudara-saudaraku para perindu Rasulullah...
Dalam kesempatan lain, dalam suatu peperangan, Abu Thalhah al-Anshâri tengah melempar anak panah ke arah kaum musyrikin. Lalu Nabi SAW mengangkat kepalanya dari belakang Abu Thalhah untuk melihat ke manakah anak panah tersebut jatuh mengenai sasarannya.
Melihat itu, Abu Thalhah melonjak dengan dadanya untuk melindungi Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Nabi Allah, janganlah engkau mengangkat kepala dan melongok ke atas, jangan sampai engkau terkena salah satu anak panah mereka, biarlah leherku ini melindungi lehermu ya Rasulallah." (HR Muslim dan Ibnu Hibbân).
Kaum Muslimin rahimakumullâh..
Sahabat lain, Zaid bin ad-Datsinah SAW suatu ketika tertangkap oleh sebagian kaum Musyrikin Quraisy. Mereka hendak membunuhnya untuk membalas dendam atas terbunuhnya kawan-kawan mereka dalam perang Badr. Abu Sufyan bin Harb berkata kepada Zaid, "Demi Allâh wahai Zaid, apakah kamu menginginkan Muhammad tertangkap oleh kami dan sekarang berada di posisimu? Kami penggal lehernya sedangkan engkau berada di tengah-tengah keluargamu? "
Zaid dengan tegas menjawab, "Demi Allah, aku tidak menginginkan Muhammad ada di posisiku dan terkena duri yang menyakitinya, sedangkan aku duduk-duduk di tengah keluargaku." Abu Sufyân pun menimpali, "Aku tidak pernah melihat seseorang mencintai orang lain sedalam dan sehebat cinta para sahabat Muhammad kepada Muhammad." (Dituturkan dalam ‘Uyûn al-Atsar, asy-Syifâ dan lain-lain).
Suatu ketika Abdullah bin Umar RA kakinya terkena khadar (semacam lumpuh). Lalu dikatakan kepadanya, "Sebutlah manusia yang paling engkau cintai!" Seketika itu dia berkata, "Wahai Muhammad." Saat itu juga, beliau sembuh seketika karena manfaat dan berkah cintanya kepada Rasulullah SAW. (Diriwayatkan al-Bukhâri dalam al-Adab al-Mufrad)
Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh..
Seseorang yang mencintai orang lain tentulah akan mengutamakannya atas yang lain dan berusaha menurut kepadanya serta melakukan apa yang diperintahkannya. Jika hal ini tidak ia lakukan, maka ia tidak sungguh-sungguh mencintainya. Jadi orang yang sungguh-sungguh mencintai Baginda Nabi, akan tampak pada dirinya tanda-tanda kecintaan itu.
Di antaranya: Meneladani Nabi, mengamalkan sunnah Nabi, mengagungkan Nabi, memuliakan Nabi, mencintai orang-orang yang dicintai oleh Nabi di antara keluarga dan para sahabatnya, banyak bershalawat kepada Nabi, sering menyebut-nyebut Nabi dan selalu rindu untuk bertemu dengan Nabi. Rasulullâh bersabda:
مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِيْ لِيْ حُبًّا نَاسٌ يَكُوْنُوْنَ بَعْدِيْ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِيْ بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Artikel Terkait
Khutbah Jumat Tahun Baru Hijriah 1447 H: Momentum Menuju Perubahan yang Lebih Baik!
Khutbah Jumat 11 Juli 2025: Mengenal Tanda-Tanda Kiamat Kubra dan Cara Mempersiapkan Diri Menghadapinya
Teks Khutbah Jumat 25 Juli 2025: Lima Cara Islam Menyikapi Harta Duniawi yang Fana
Khutbah Jumat 22 Agustus 2025: Mengapa Judol Haram dan Cara Kita Menghindarinya
Khutbah Jumat Spesial Maulid Nabi 2025: Muhammad SAW adalah Anugerah Terbesar dalam Sejarah Umat Manusia