KONTEKS.CO.ID - Ada yang unik saat sidang vonis AG, mantan kekasih Mario Dandy Satrio dalam kasus penganiayaan terhadap David Ozora di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kehadiran Satudarah MC menyedot perhatian pengunjung pengadilan.
Riuh suara motor besar dengan para pengendara berbadan tegap. Jaket para pengendara mencolok, terlihat emblem berwarna kuning menempel di jaket kulit hitam. Belasan anggota klub motor besar dengan memakai jaket bertuliskan Satudarah MC ikut hadir di sidang pada 10 April 2023 lalu.
Bahkan Virgoun, vokalis band Last Child, juga terlihat mengenakan jaket Satudarah MC.
Baca Juga: Cerita Awal Tan Ek Tjoan: Asimilasi Lewat Setangkup Roti (2)
"Saya hari ini hadir bawa bendera salah satu motor klub yang didirikan oleh anak-anak Maluku di Belanda. Kebetulan juga keluarga David keturunan Maluku. Sebagai anak-anak Maluku, kita juga hadir untuk berikan support kepada keluarga," kata Virgoun ketika diwawancarai media.
Satudarah MC adalah adalah klub motor besar yang menjadi momok di Eropa. Yuk, kenali sejarah dan seberapa gahar Satudarah MC ini.
Sejarah Satudarah MC, Warisan RMS?
Satudarah MC adalah klub motor yang berdiri pada 1990 di Moordrecht, Belanda. Lima orang keturunan Maluku mendirikan klub motor ini di Belanda bersama dua orang temannya yang asli Belanda.
Baca Juga: Maung Bikang, Laskar Mojang Bandung yang Bikin Ciut Nyali Penjajah
Awalnya, klub ini adalah wadah menyalurkan hobi bermotor bagi para keturunan Maluku di Belanda. Etnis anggota klub yang menjadi anggota adalah Belanda, Ambon, Suriname, dan lain-lain.
Kini, Satudarah MC menerima anggota baru dari seluruh latar belakang ras dan negara yang membuat klub ini semakin besar.
Ada anggapan, sejarah berdirinya Satudarah MC tak lepas dari berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) pada 25 April 1950 di Kepulauan Maluku.
Baca Juga: Buronan Legendaris Eddy Sampak: Perampok Tersadis Bunuh 4 Tentara, Buron 22 Tahun, Tertangkap Saat Sudah Jadi Tokoh Agama
Ceritanya, setelah dunia mengakui Republik Indonesia sebagai negara merdeka pada 1949, pemerintah RI mendesak Belanda untuk segera pergi dari Indonesia. Pemerintah juga mempersilakan sebagian masyarakat Indonesia yang tidak setuju dengan kedaulatan RI untuk hengkang dari tanah air.
Sejumlah orang di Maluku yang tidak menerima kedaulatan RI bahkan sampai mendirikan RMS. Pemerintah yang tidak menerima berdirinya RMS sebagai sebuah republik menyerang dan menundukkan perlawanan RMS pada November 1950.
Ketika militer menangkap pemimpin pemberontak Dr Christian Soumokil dan mengeksekusinya pada 1966, para pendukung RMS mengajukan permohonan pada Belanda agar memberikan suaka.
Baca Juga: Pendisiplinan Kepala ala Rezim Orba, Dari Razia Rambut Gondrong Berujung Maut Hingga Tak Boleh Punya KTP
Pihak Belanda mengerahkan 11 kapal besar untuk mengangkut sekitar 12.000 orang Maluku dan masyarakat lain beserta keluarga, termasuk para tentara eks Hindia Belanda.
Namun setiba di Belanda, pemerintah negara itu menempatkan para pengungsi Maluku di camp yang jauh dari kota.
Beberapa tahun kemudian pemerintahan Belanda mulai memberi mereka tunjangan untuk kebutuhan hidup dan memberikan tempat tinggal secara cuma-cuma.
Baca Juga: Tan Malaka Pernah Hampir Jadi Presiden Indonesia, Ditolak Hatta, Malah Dapat Tudingan Makar
Kemudian para eks tentara Hindia Belanda terus mendesak agar Belanda mau memulangkan mereka ke Indonesia. Namun, Belanda menolaknya lantaran hubungan Indonesia dan Belanda belum membaik.
Akhirnya, masyarakat Maluku dan yang lainnya memutuskan untuk menetap di Belanda meski saat itu mereka harus bertahan hidup tanpa tujuan.
Tetapi karena status mereka adalah pengungsi dan tak bisa berbahasa Belanda, mereka kesulitan mencari pekerjaan yang kemudian menimbulkan masalah sosial dan ekonomi.
Baca Juga: Kisah Kelam Isaac Newton, Jenius Sains yang Pernah Gagal dalam Investasi Saham
Demo Orang Maluku di Belanda
Pada tahun 1970-an, orang-orang keturunan Maluku melakukan demo besar-besaran untuk menuntut semua janji pemerintahan Belanda.
Saat itu mereka meminta pengakuan sebagai warga negara dan membantu mendirikan wilayah khusus untuk orang Maluku di Belanda.
Tapi Belanda mengabaikan permintaan orang Maluku. Itu menyebabkan mereka mulai melakukan aksi kerusuhan seperti membajak dan meledakkan kereta api, hingga menduduki kantor Konsul Jenderal (Konjen) Indonesia di kota Den Haag.
Baca Juga: Kisah Dualisme Merek Roti Legendaris Tan Ek Tjoan (1)
Aksi tersebut mereda setelah pemerintahan Belanda melakukan negosiasi dan mengabulkan semua permintaan mereka. Selain itu, pihak Belanda juga mendirikan sebuah museum Maluku di kota Den Haag.
Klub Motor Lahir Karena Balas Dendam
Pada tahun 90-an, tujuh orang sahabat mendirikan sebuah klub motor yang mereka sebut sebagai Satudarah Motorcycle atau Satudarah MC. Lima dari dari tujuh orang tersebut merupakan pemuda keturunan Maluku yang telah menetap dan lahir di sana.
Mereka mendirikan klub motor tersebut sebagai reaksi atas perlakuan yang mereka dapatkan dari salah satu klub motor yang ada di Belanda. Kala itu, klub motor di Belanda menolak orang Maluku masuk menjadi anggota hanya karena alasan warna kulit.
Baca Juga: Barisan Terate, Pasukan Khusus Pelacur dan Maling Penghancur Daya Tempur Belanda
Satudarah MC memiliki aturan yang jauh berbeda dengan klub motor di Belanda. Mereka memperbolehkan siapapun dari bangsa apapun untuk menjadi anggota. Klub motor ini terbuka dengan berbagai latar belakang.
Namun, syarat mutlak menjadi anggota adalah berpedoman pada nilai-nilai budaya Maluku. Warga negara manapun wajib mengetahui sejarah Maluku jika ingin masuk menjadi anggota.
Arti dan Lambang Satudarah
Nama Satudarah berasal dari bahasa Maluku yaitu 'katong satu darah'. Artinya kita satu darah atau bersaudara.
Baca Juga: Pembunuhan Johnny Mangi, Petrus, dan Teror Dahsyat Orde Baru ke Pers Indonesia
Mereka menggunakan nama tersebut karena sebagian besar pendiri klub merupakan keturunan Maluku dan sama-sama menyukai motor.
Sementara warna yang mereka gunakan adalah hitam dan kuning yang diadopsi dari budaya Maluku berdasarkan cerita legenda alifurun suku peta Siwa dari barat Nusa Indah.
Mereka juga menetapkan konsep keluarga yang mengadopsi budaya Maluku.