Sebagai perwira muda yang berwawasan luas dan berjiwa tempur, Jasin diangkat menjadi Komandan Mobiele Brigade Besar Jawa Timur. Di bawah kepemimpinannya, pasukan Mobrig tampil tangguh dalam berbagai operasi penumpasan pemberontakan dan menjaga kedaulatan negara.
Baca Juga: Cerita Tentang Laswi, dari Mangga Tuti Amir Hingga Duo Maung Bikang yang Doyan Penggal Kepala Musuh
Dari Polisi Tempur ke Dunia Diplomasi
Selepas pensiun dari tugasnya sebagai polisi tempur, Moehammad Jasin melanjutkan kiprahnya dalam bidang diplomasi dan kenegaraan.
Ia tercatat pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), hingga menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Tanzania pada periode 1967–1970.
Di luar itu, Jasin aktif di berbagai organisasi veteran dan sosial seperti Legiun Veteran Republik Indonesia dan Yayasan 10 November, lembaga yang turut menjaga semangat perjuangan arek-arek Suroboyo.
Jejak perjuangan Moehammad Jasin adalah potret dari sosok polisi sejati yang menjunjung tinggi kehormatan bangsa. Ia bukan hanya pendiri Brimob, tetapi juga teladan nasionalisme dan dedikasi. Dari Buton untuk Indonesia, Jasin mengabdikan seluruh hidupnya untuk merah putih.
Kini, setiap kali Hari Pahlawan diperingati, nama-nama besar seperti Bung Tomo atau Arek Suroboyo jauh lebih populer ketimbang M Jasin. Namanya justru nyaris hilang ditelan bumi, bahkan mungkin di lingkungan Polri sendiri.
Padahal, tanpa keberanian Jasin dan polisi istimewa yang dipimpinnya, mungkin tidak akan yang ada pertempuran 10 November seperti yang dikenang selama ini.
Mengutip kata Bung Karno, "bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya,". Sudah saatnya bangsa ini kembali menengok ke belakang, untuk memberi tempat paing layak bagi seorang polisi yang menyalakan api perjuangan di Kota Pahlawan.***