kontekstory

Sejarah Gelombang Aksi Massa Jalanan, dari Revolusi Eropa Mikhail Bakunin hingga Kerusuhan di Indonesia

Sabtu, 6 September 2025 | 15:00 WIB
Nikolai Bukharin dan Mikhail Bakunin, sombol A legendaris. (X @ZoranZoltanous)

Pada May Day 2008, bendera hitam berlogo "A" dalam lingkaran untuk pertama kali berkibar di Jakarta.

Aksi mereka melawan kapitalisme, Lapindo, hingga perusakan ATM (Sleman, 2011) membuat aparat mengawasi ketat.

Baca Juga: Jejak Legenda Tentara Bayaran Bob Denard : 'Si Dogs of War' Pembunuh 4 Presiden di Afrika, Pengguling Belasan Rezim

Omnibus Law 2020 dan Stigma Anarko

Isu anarko kembali mencuat pada demo menolak UU Cipta Kerja Oktober 2020.

Polisi menangkap ribuan remaja dan menyebut mereka anarko sindikalis. Coretan simbol "A" bertebaran di tembok-tembok kota.

Kapolri saat itu, Tito Karnavian, bahkan sejak 2019 sudah menuding anarko terlibat kerusuhan May Day di Bandung.

Padahal, akademisi seperti Andreas Budi Widyanta (UGM) menekankan bahwa, anarkisme mengkritik hierarki dalam ekonomi, politik, sosial. Ia tidak identik dengan kekerasan.

Stigma tetap melekat. Anarko jadi kambing hitam setiap kerusuhan.

MayDay 1 Mei 2019. (X @sandalista1789)

Baca Juga: Mengenang Sepak Terjang K'tut Tantri, Warga Amerika yang Berjuang di Pertempuran Surabaya 10 November 1945

Gelombang 2025: dari Pajak hingga Tragedi Ojol

Dua dekade setelah Reformasi, jalanan kembali memanas. Pada Agustus–September 2025, aksi protes membesar:

  • Tunjangan DPR Rp100 juta per bulan memicu amarah.
  • Kebijakan PBB-P2 menyalakan api protes dari Bone hingga Pati.

Tragedi Affan Kurniawan, pengemudi ojol yang tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob, memantik solidaritas nasional.

Baca Juga: Sejarah Gelombang Aksi Massa Jalanan, dari Revolusi Eropa Mikhail Bakunin hingga Kurusuhan di Indonesia

Narasi pembubaran DPR bergema di media sosial. 

Kerusuhan merembet. Di Jakarta, penjarahan menimpa rumah beberapa anggota DPR hingga rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani di Bintaro.

Halaman:

Tags

Terkini