Baca Juga: Benny Moerdani, Raja Intel 'Anti Islam' yang Pernah Bantu Taliban, Saat Meninggal Sempat Dikafani dan Dibacakan Yasin
Sayangnya, tepat pada tahun 1993 AC Milan medlepas Gullit ke Sampdoria. Beredar kabar bahwa Milan memutuskan untuk melepas Gullit karena sang bintang sering terkena cedera. Tapi ada pula rumor hengkangnya Gullit tak lepas dari konfliknya dengan Fabio capello dan kaptem tim Franco Baresi.
Alasan kedua tampak lebih logis. Terbukti, ketika pindah satu musim ke Sampdoria, Gullit bisa bermain di 63 pertandingan dan mencetak 26 gol. Selain mempersembahkan trofi Copa Italia, Gullit seperti membuktikan bahwa ia benar-benar menaklukkan Italia.
Pada musim panas 1995 Gullit akhirnya benar-benar meninggalkan Italia dan terbang ke
London untuk menerima tawaran Chelsea. Bersama the blues, Gullit memainkan peran yang sangat krusial.
Baca Juga: Lagu Malam Kudus, Lahir dari Letusan Gunung Tambora dan Orgel yang Rusak
Ia bahkan berujar bahwa tiga tahun bersama Chelsea merupakan salah satu momen terbaiknya sepanjang karier. Musababnya, ia berhasil membuat Chelsea jadi klub yang sedikit lebih maju setelah sebelumnya sangat tidak akrab dengan dengan gelar juara.
Kedatangan ke Chelsea, lagi-lagi, sukses membawa trofi Piala FA tahun 1997. Saat itu ia berperan sebagai pemain sekaligus manajer tim. "Momen favoritku adalah memenangi Piala FA. Memenangi Liga Champions untuk pertama kalinya bersama AC Milan sungguh luar biasa, tetapi jujur itu setara dengan keberhasilan menjuarai Piala FA," tuturnya.
Pemikir Berpendirian Teguh, Kerap Terlibat Konflik
Sebagai pesepakbola Gullit memang pemain spesial. Ia adalah tipe pemain pemikir. Dalam satu kesempatan Gullit pernah mengusulkan pergantian pemain bisa hingga tujuh orang. Cuma, dalam 15 menit terakhir hanya boleh ada satu kali pergantian pemain.
Baca Juga: Sejarah The North Face: Berawal dari Toko Outdoor yang Salah Lokasi, Empat Kali Ganti Pemilik, Hingga Berkibar di Paris Fashion Week
Karena teguh meyakini pemikirannya, Gullit kerap terlibat konflik dengan orang-orang terdekatnya. Di AC Milan, sejak Capello melatih Milan, Gullit dan Capello kabarnya tidak pernah bertatapan muka.
Begitu pula di Chelsea. Meski menjadi pintu terbukanya kesuksesan Chelsea, Gullit harus menerima kenyataan pahit dipecat oleh manajemen usai terlibat konflik dengan Ken Bates.
Di timnas Belanda ia juga terlibat cekcok dengan pelatih Dick Advocaat yang membuatnya menuatakan mundur dari timnas selama masih dilatih Advocaat. Meskipun setahun kemudian Gullit kembali membela de Oranje, ia kembali minggalkan timnas dan tak pdernah memakai seragam oranye lagi.
Baca Juga: Warna-warni Sejarah Skincare Sejak 10.000 SM, Bahkan Ada yang Terbuat dari Racun
Tatkala pensiun sebagai pemain pada 1998, Gullit memulai karier sebagai pelatih. Sejumlah klub seperti Chelsea, Newcastle United, Fayenoord, LA Galaxy, hingga Terek Grozny merasakan sentuhan kepelatihan Gullit.
Tetapi ketika menjadi manajer Newcastle United, Gullit kembali berkonflik. Kali ini ia berseteru dengan striker kesayangan fans Newcastle, Alan Shearer.
Gullit juga pernah menjadi asisten pelatih timnas Belanda pada 2017.
Baca Juga: Sejarah Lokalisasi Gang Dolly: Mengaku Bukan Germo, Sakit Hati Advenso Dollyres Chavit Terbawa Sampai Mati
Kini, bapak enam anak dari tiga perempuan ini mengisi harinya dengan menjadi analis sepak bola. Ia pernah bekerja untuk ESPN, BBC, Sky Sports, hingga Aljazeera Sports. Kini ia masih bergabung dengan Bein Sport sejak gelaran piala dunia 2022. Gullit melanjutkan tugasnya sebagai analis sepak bola di ajang Liga Champions Eropa musim 2022-2023.***
Artikel Terkait
Hasil dan Klasemen Sepak Bola Putra Olimpiade Paris 2024
Inisial T Bandar Besar Judi Online, Kemenkominfo Lempar Bola ke BP2MI
Geger Wasit Curang Dipukul 'KO' Pemain Sepak Bola PON Sulawesi Tengah
Kronologi PSSI Pecat STY hingga Kebijakan FIFA soal Etika Kontrak Pelatih Sepak Bola
Komentar Indra Sjafri atas Kekalahan Timnas U-20 Indonesia dari Iran 0-3