KONTEKS.CO.ID – Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaan (FITRA), Misbah Hasan, menilai reformasi pajak yang dijalankan Pemerintahan Prabowo Subianto di dalam RAPBN 2026 akan membenani rakyat dan pemerintah daerah.
Selain mengungkap target pertumbuhan ekonomi dan megaprogramnya, Presiden Prabowo Subianto juga menyampaikan jumlah pajak yang ingin dihimpunnya.
Hal itu Prabowo katakana saat pidato Nota Keuangan dan RUU APBN 2026, pada Jumat 15 Agustus 2025 di hadapan anggota DPR dan DPR RI.
Baca Juga: Pemerintah Siapkan Regulasi Penggunaan VPN Berantas Judi Online
Misbah Hasan berpendapat, reformasi perpajakan belum komperehensif hingga ke daerah, Hal ini membuat rakyat kecil semakin menderita.
Berdasarkan asumsi Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pendapatan negara pada 2026 ditargetkan mendulang Rp3.147,7 triliun.
Penerimaan terbesarnya masih dari sektor perpajakan, yakni Rp2.692 triliun atau 85,5%. Persentasenya naik 11,3% ketimbang Outlook APBN 2025.
Target terbesar kedua ialah dari Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP senilai Rp455 triliun. Artinya 14,5% dari total pendapatan negara atau turun 4,8% ketimbang outlook PNBP 2025.
Sayangnya asumsi ini tidak didukung dengan kemampuan di lapangan. Menurut catatan Seknas FITRA, sampai sekarang masih ada beberapa persoalan yang menghadang laju penerimaan negara.
Persoalan pertama, Sistem Pelayanan Perpajakan (Coretax) belum juga stabil sehingga belum ada kepercayaan dari masyarakat.
Kedua, lemahnya integrasi sistem penerimaan negara (pajak, bea-cukai, dan PNBP). Begitu juga akurasi data penerimaan yang rendah dan kualitas pengawasan lemah.
Persoalan ketiga, lemahnya kualitas pemeriksaan sehingga menimbulkan sengketa perpajakan yang tinggi. “Keempat, fragmentasi pusat dan daerah pascaditetapkannya UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD),” sebutnya.