• Senin, 22 Desember 2025

Pemerintah Kejar Pendapatan Rp3.147,7 Triliun di RAPBN 2026, Seknas FITRA: Jangan Jadi Beban Rakyat!

Photo Author
- Senin, 18 Agustus 2025 | 20:46 WIB
Uang recehan yang digunakan warga Jombang untuk membayar PBB yang naik ratusan persen. Pemerintah diminta tidak membebani rakyat.  (X.com  @_zhyme - Jombang Storey)
Uang recehan yang digunakan warga Jombang untuk membayar PBB yang naik ratusan persen. Pemerintah diminta tidak membebani rakyat. (X.com @_zhyme - Jombang Storey)

KONTEKS.CO.ID – Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaan (FITRA), Misbah Hasan, menilai reformasi pajak yang dijalankan Pemerintahan Prabowo Subianto di dalam RAPBN 2026 akan membenani rakyat dan pemerintah daerah.

Selain mengungkap target pertumbuhan ekonomi dan megaprogramnya, Presiden Prabowo Subianto juga menyampaikan jumlah pajak yang ingin dihimpunnya.

Hal itu Prabowo katakana saat pidato Nota Keuangan dan RUU APBN 2026, pada Jumat 15 Agustus 2025 di hadapan anggota DPR dan DPR RI.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Regulasi Penggunaan VPN Berantas Judi Online 

Misbah Hasan berpendapat, reformasi perpajakan belum komperehensif hingga ke daerah, Hal ini membuat rakyat kecil semakin menderita.

Berdasarkan asumsi Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pendapatan negara pada 2026 ditargetkan mendulang Rp3.147,7 triliun.

Penerimaan terbesarnya masih dari sektor perpajakan, yakni Rp2.692 triliun atau 85,5%. Persentasenya naik 11,3% ketimbang Outlook APBN 2025.

Baca Juga: Dorongan Pemerintah Ambil Alih 51 Persen Saham BCA, Benarkah Ada Rekayasa Akuisisi oleh Djarum Group? 

Target terbesar kedua ialah dari Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP senilai Rp455 triliun. Artinya 14,5% dari total pendapatan negara atau turun 4,8% ketimbang outlook PNBP 2025.

Sayangnya asumsi ini tidak didukung dengan kemampuan di lapangan. Menurut catatan Seknas FITRA, sampai sekarang masih ada beberapa persoalan yang menghadang laju penerimaan negara.

Persoalan pertama, Sistem Pelayanan Perpajakan (Coretax) belum juga stabil sehingga belum ada kepercayaan dari masyarakat.

Baca Juga: Bedah RAPBN 2026, Seknas FITRA :Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Ketinggian, Presiden Prabowo Hanya Pencitraan! 

Kedua, lemahnya integrasi sistem penerimaan negara (pajak, bea-cukai, dan PNBP). Begitu juga akurasi data penerimaan yang rendah dan kualitas pengawasan lemah.

Persoalan ketiga, lemahnya kualitas pemeriksaan sehingga menimbulkan sengketa perpajakan yang tinggi. “Keempat, fragmentasi pusat dan daerah pascaditetapkannya UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD),” sebutnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB
X