KONTEKS.CO.ID – Presiden Prabowo Subianto mengungkap ambisinya untuk menggapai pertumbuhan ekonomi hingga 5,4% di tahun 2026.
Angka itu ia sebut saat menyampaikan pidato Nota Keuangan dan RUU APBN 2026, pada Jumat 15 Agustus 2025 di hadapan anggota DPR dan DPR RI.
Terkait angka tersebut, Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaan (FITRA) menilai patokan angkanya terlalu luar biasa. Kritik ini bukan tanpa dasar, melainjan berdasarkan capaian pertumbuhan sejak era Jokowi ditambah ketidakpastian ekonomi global.
Baca Juga: Lee Junho 2PM Dirikan Agensi Baru O3 Collective, Gandeng Eks CJ ENM Jadi Co-Founder
Sekjen FITRA, Misbah Hasan, mengatakan, proyeksi pertumbuhan yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto cenderung sebagai pencitraan.
Angka yang dibidik tak melihat realitas kondisi masyarakat yang sebenarnya. Di mana rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam waktu tiga tahun sebelum pandemi COVID-19 (2017-2019) hanya mencapai 5,09% (yoy/tahun ke tahun).
Sedangkan rata-rata pertumbuhan ekonomi tiga tahun pascapandemi (2022-2024) cuma diangka 5,13% (yoy).
Baca Juga: Bulog Berencana Serap 1 Juta Ton Jagung Lokal, Berapa Harga per Kilogram?
“Sementara proyeksi di 2026 ditetapkan mencapai 5,4%. Jelas ini optimisme yang berlebihan alias pencitraan. Meski pada triwulan II pertumbuhan ekonomi Indonesia ‘diklaim’ oleh pemerintah 5,12% dan menimbulkan polemik data di kalangan ahli,” kata Misbah Hasan, dalam keterangan resminta, Senin 18 Agustus 2026.
Ia menjelaskan, untuk mencapai laju ekonomi 5,4% jelas membutuhkan efford luar biasa. Terlebih di tengah kondisi ekonomi global yang sedang tidak baik-baik saja, perang tarif antarnegara, dan daya beli masyarakat yang belum stabil.
“Tingkat konsumsi Rumah Tangga relatif stagnan dalam tiga tahun terakhir (2022-2024) di angka 4,87%, sementara program-program Perlindungan Sosial, seperti PKH, Kartu Sembako, PIP, berbagai subsidi, yang selama ini menopang daya beli masyarakat masih banyak salah sasaran,” katanya.
Baca Juga: Santos Dibantai Setengah Lusin Gol, Neymar Tak Kuasa Menahan Tangis
Menurut Misbah, semangat optimisme menetapkan terget pertumbuhan ekonomi yang tinggi sah saja dilakukan pemerinrah. Namun tetap harus realistis dan mempunyai dampak bagi masyarakat luas.
“Bukan sekedar angka yang ‘dipoles’ dan jauh dari realita, sehingga menimbulkan polemik. Pemerintah harus fokus pada peningkatan daya beli masyarakat yang saat ini stagnan (rata-rata 4,87%),” tuturnya.
Artikel Terkait
Utang Baru Rp349,3 T untuk Biayai Proyek APBN 2025, Menkeu: Pendapatan Negara Januari-Mei 2025 Rp995,3 T
Sri Mulyani Pastikan APBN 2025 Tetap Aman dari Gangguan Perang Israel vs Iran
Ssst, Ada Bocoran Presiden Prabowo Umumkan Gaji PNS Naik Tahun Depan saat Pidato Kenegaraan, Nota Keuangan dan RUU APBN 2026
Prabowo Klaim Selamatkan Uang Rp300 Triliun di APBN dari Celah Korupsi Perjalanan Dinas
RAPBN 2026: Seknas FITRA Soroti Program Besar Prabowo Tanpa Studi, Cuma Jadi Ajang Bancakan