• Senin, 22 Desember 2025

Sri Mulyani Belajarlah dari Korsel, Demografi Korea Selatan Terancam Gegara Jeratan Pajak

Photo Author
- Senin, 17 Februari 2025 | 03:30 WIB
tingkat kelahiran di korea selatan menurun drastis (unsplash.com)
tingkat kelahiran di korea selatan menurun drastis (unsplash.com)

KONTEKS.CO.ID - Korea Selatan (Korsel) menghadapi krisis demografi yang semakin parah. Tingkat kelahiran di negara itu kini berada pada titik terendah di dunia, hanya 0,72 kelahiran per wanita pada 2023, jauh di bawah angka 2,1 yang diperlukan untuk mempertahankan populasi.

Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa kebijakan pajak yang diberlakukan lebih dari lima dekade lalu turut berkontribusi terhadap penurunan tajam kesuburan di negara tersebut.

Penelitian yang dikutip oleh Newsweek menemukan bahwa kenaikan pajak yang tajam pada pertengahan 1970-an, terutama dalam bentuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak konsumsi, berdampak langsung pada penurunan pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat.

Baca Juga: Basuki Ungkap Rencana dan Anggaran Hingga Klarifikasi Jokowi Soal IKN yang Disebut Mangkrak

Akibatnya, banyak keluarga yang menunda atau bahkan mengurungkan niat untuk memiliki anak.

"Tingkat kesuburan di Korea Selatan telah turun dari 6 pada tahun 1950 menjadi kurang dari 1 pada 2023, dan perubahan ini tampaknya selaras dengan pergeseran kebijakan pajak Korea Selatan," ujar Joan Madia, peneliti dari Universitas Oxford, dalam siaran pers yang menyertai penelitian tersebut.

Kebijakan Pajak Membebani Keluarga

Pada tahun 1960-an dan awal 70-an, beban pajak di Korea Selatan relatif rendah dan lebih banyak bertumpu pada industri serta perdagangan.

Baca Juga: Preview PSIS Semarang vs PSM Makassar: Tuan Rumah Memiliki Catatan Impresif

Namun, antara tahun 1974 dan 1976, pemerintah melakukan reformasi pajak besar-besaran.

PPN, yang awalnya 10%, dinaikkan menjadi 20%, sementara pajak konsumsi turut meningkat. Langkah ini menyebabkan pendapatan masyarakat yang dapat dibelanjakan menurun drastis, berimbas pada keputusan banyak keluarga untuk menunda atau mengurangi jumlah anak.

Sebaliknya, reformasi pajak pada 1990-an yang menurunkan tarif pajak di berbagai sektor justru diikuti oleh perlambatan laju penurunan kesuburan.

Baca Juga: Preview Borneo FC Vs Barito Putera: Derby Kalimantan pekan ke-23 BRI Liga 1 2024-2025

Studi ini juga mempertimbangkan faktor lain yang turut mempengaruhi keputusan untuk memiliki anak. Seperti partisipasi perempuan dalam tenaga kerja, pendidikan tinggi di kalangan perempuan, dan akses terhadap kontrasepsi.

Francesco Moscone, profesor ekonomi bisnis di Brunel University London yang turut menulis penelitian ini, menekankan bahwa dampak pajak terhadap keputusan memiliki anak kerap diabaikan dalam perumusan kebijakan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X