KONTEKS.CO.ID - Rangkaian aksi massa berujung ricuh yang terjadi hampir merata di wilayah Indonesia tak luput dari sorotan media asing.
Salah satu yang memberi perhatian itu ialah Sputnik, media ternama asal Rusia.
Mereka menyebut aksi kerusuhan yang terjadi tak lepas dari intervensi taipan berdarah Yahudi, George Soros.
Pengamat geopolitik Angelo Giuliano, menuding Soros disinyalir kuat berada di balik kerusuhan yang terjadi di Indonesia.
Ia juga menyoroti maraknya bendera bajak laut One Piece menjelang HUT ke-80 RI. Ya, bendera tersebut dikesankan menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Ferry Irwandi Ngaku Diteror, Dianggap Penyebab Gagalnya Status Darurat Militer dan Dalang Kerusuhan
Selanjutnya, aksi unjuk rasa berujung ricuh terjadi di Jakarta dan meluas ke berbagai kota. Apa yang terjadi di Indonesia kata Giuliano mirip dengan kondisi di negara lain, yang mana diinsikasikan adanya pengaruh eksternal.
"Meski kerusuhan tersebut mencerminkan keluhan ekonomi yang nyata, simbol bendera bajak laut One Piece yang digunakan para pengunjuk rasa, yang menggemakan taktik di wilayah lain, menunjukkan pengaruh eksternal," kata Giuliano dalam wawancara dengan Sputnik, seperti dikutip, Senin, 1 September 2025.
Kendati kerusuhan bukti kekecewaan publik terhadap kondisi ekonomi, penggunaan simbol bajak laut One Piece, diklaimnya sebagai bentuk perjuangan melawan tirani.
Bahkan Giuliano menyebut, National Endowment for Democracy (NED) yang turut mendanai berbagai program sejak 1990-an ikut berperan.
"Kedua, Open Society Foundations milik George Soros, yang aktif sejak 1990-an, dengan lebih dari USD8 miliar di seluruh dunia dan mendukung kelompok-kelompok seperti TIFA, mungkin juga berkontribusi. Ini terkait dengan fokus Indo-Pasifik baru-baru ini di tengah ketegangan seperti konflik Kamboja-Thailand, yang mengisyaratkan motif geopolitik," paparnya.
Baca Juga: Ferry Irwandi Ungkap Cara Atasi Serbuan Buzzer Pendukung Darurat Militer
Sputnik juga menyebut kejadian di Indonesia mirip dengan di Serbia. "Ini adalah strategi yang sama persis yang terjadi di Serbia. G7 menginginkan diktator lain yang didukung AS, seperti Soeharto di masa lalu," kata penulis The China Trilogy, Jeff J. Brown dalam laman Sputnik.
Artikel Terkait
Antisipasi Demo, KAI Berlakukan Pola Operasi BLB Kereta Jarak Jauh Berhenti di Stasiun Jatinegara
Gucci hingga Balenciaga Kosongkan Gerai di Senayan, Tutup Sementara Imbas Isu Demo 1-5 September 2025
Pihak Tertentu Bikin Demo Rusuh Demi Darurat Militer, Ini Beberapa Tujuannya
Hendropriyono Ingatkan Bahaya Revolusi Saat Gelombang Demo, Publik Balas dengan Kritik Tajam
Pasca-Demo Ricuh, Analis Melihat Rakyat Ingin Reformasi Total Polri: Salah Satunya Ganti Kapolri!