• Minggu, 21 Desember 2025

Putin Sindir Kesepakatan Tarif 15 Persen AS-Uni Eropa, Sebut Deindustrialisasi Eropa Tak Terhindarkan

Photo Author
- Selasa, 29 Juli 2025 | 21:00 WIB
Vladimir Putin sebut negara barat bertindak layaknya wakil Tuhan di bumi. (Foto: TASS) (TASS)
Vladimir Putin sebut negara barat bertindak layaknya wakil Tuhan di bumi. (Foto: TASS) (TASS)

KONTEKS.CO.ID - Pemerintah Rusia menyoroti kesepakatan tarif baru antara Amerika Serikat dan Uni Eropa, menyebut kebijakan tersebut akan mempercepat deindustrialisasi dan pelarian modal dari Benua Biru.

Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dalam forum “Territory of Meanings” yang digelar pada Senin, 28 Juli 2025.

Lavrov menyebut pengurangan tarif dari 30% menjadi 15% dalam kesepakatan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen sebagai langkah yang kontraproduktif bagi Eropa.

“Kesepakatan ini jelas mengarah pada deindustrialisasi lebih lanjut di Eropa dan pelarian modal,” ujar Lavrov, dikutip media Rusia Russia Today.

Ia menambahkan bahwa kenaikan harga energi dan arus keluar investasi akan memberikan pukulan berat terhadap sektor industri dan pertanian Eropa.

Baca Juga: Kasus Dana CSR BI, KPK Garap Delapan Ketua Yayasan di Cirebon

Lavrov juga mengkritik pendekatan von der Leyen yang dinilainya terlalu fokus pada aliansi strategis dengan Washington.

“Ursula von der Leyen tampaknya lebih peduli untuk memenangkan persaingan geopolitik melawan Rusia, meskipun hal itu berarti pengorbanan ekonomi besar bagi rakyatnya sendiri,” katanya.

Kesepakatan antara Uni Eropa dan AS diumumkan pada Minggu, 27 Juli 2025, yang mencakup pembelian energi AS senilai USD750 miliar (sekitar Rp12.305 triliun) oleh Uni Eropa, serta investasi sebesar USD600 miliar (sekitar Rp9.843 triliun) ke industri Amerika.

Brussels juga sepakat untuk meningkatkan impor senjata dari AS, sebagai bagian dari komitmen geopolitik transatlantik yang diperkuat.

Kritik terhadap kesepakatan ini juga datang dari internal Uni Eropa. Tokoh oposisi Prancis dari partai sayap kanan Reli Nasional, Marine Le Pen, menyebut perjanjian tersebut sebagai “kegagalan politik, ekonomi, dan moral” yang mencederai kedaulatan Eropa.

Perdana Menteri Prancis Francois Bayrou bahkan menyebutnya sebagai “hari yang gelap bagi Uni Eropa.”

Baca Juga: Arab Saudi Tegaskan Syarat Normalisasi dengan Israel adalah Palestina Merdeka dan Perang Gaza Berakhir

Sementara itu, kalangan industri di Jerman juga menyuarakan kekhawatiran. Wolfgang Niedermark dari Federasi Industri Jerman (BDI) menilai kesepakatan itu mengirimkan “sinyal fatal” bagi sektor industri ekspor Jerman.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rat Nugra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X