KONTEKS.CO.ID – Peradi pimpinan Prof Otto Hasibuan mengusulkan agar seleksi calon kapolri jangan libatkan DPR.
"Kita ingin menghilangkan proses seleksi dari DPR," kata R. Dwiyanto Prihartono, Ketua Harian DPN Peradi di dalam konferensi pers di Kemensetneg, Jakarta, Selasa, 9 Desember 2025.
Perubahan mekanisme tersebut bisa diatur melalui Undang-Undang (UU) Polri. Tujuannya, agar kapolri atau institusi Polri independen dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
"Karena dari rujukan fakta beberapa tahun terakhir, kita melihat posisi kepolisian ini agak tertarik-tertarik oleh kekuatan-kekuatan politik," ujarnya.
Penentuan calon kapolri, lanjut Dwi, juga dipengaruhi oleh kekuatan partai politik (parpol).
"Bahasa gampangnya adalah ada bargaining position mereka di sana," kata dia.
Baca Juga: Komisi Percepatan Reformasi Polri Minta Polri Bebaskan 3 Tersangka Demonstrasi Ricuh Agustus Lalu
Ia mengungkapkan, daya tawar atau bargaining position ini bukan hanya di tingkat Mabes Polri, tetapi juga sampai ke daerah-daerah, yakni Polda hingga Polsek.
"Sehingga sistem komando pun menjadi terganggu karena faktor politik lebih mendominasi ketimbang faktor profesionalnya kepolisian," ucapnya.
Dwi menegaskan, usulan DPN Peradi kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri terbilang ektrem demi independensi dan profesionalisme Polri.
Baca Juga: DPR: Bukan Struktur, Mental Polisi yang Rusak! Reformasi Polri Harus Kultural
"Agak ekstrem, kita tahu undang-undang itu dibuat agar presiden dikontrol, enggak sembarangan pilih kapolri. Tapi kalau kapolrinya salah, ya presidennya kita salahkan, harus bertanggung jawab," tandasnya.
Usulan Peradi selanjutnya, yakni masih ada satu sisa ketentaraan di zaman dahulu ketika Polri masih di dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).