KONTEKS.CO.ID - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengaku sudah mempelajari perjanjian Helsinki dan UU Nomor 24 Tahun 1956.
Yusrli menyebut dua dokumen itu tidak mengatur soal batas provinsi Aceh.
Perjanjian Helsinki tidak bisa dijadikan rujukan untuk menentukan kepemilikan empat pulau yang kini menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara.
Baca Juga: Gabung Manchester City, Rayan Cherki Punya Misi Balas Dendam ke Manchester United
"Enggak, enggak masuk. Undang-undang 1956 juga enggak, kami sudah pelajari," ujar Yusril di wilayah Sawangan, Depok pada Minggu, 15 Juni 2025.
Menurut Yusril, UU 1956 tersebut tidak menentukan status 4 pulau milik Aceh yang baru saja ditetapkan masuk Sumatera Utara oleh Kementerian Dalam Negeri.
4 pulau tersebut adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek dan Pulau Mangkir Gadang.
"UU 1956 soal pembentukan Provinsi Aceh Tahun 1956 itu tidak menyebutkan status empat pulau itu ya," katanya.
Baca Juga: Yuk Beli! Harga Emas Diramal Tembus Rp2 Juta Per Gram Imbas Perang Israel-Iran
"Provinsi Aceh terdiri atas ini, ini, ini ya, tapi mengenai tapak batas wilayah itu belum," lanjut Yusril.
Menurut dia, tapak batas wilayah muncul setelah zaman reformasi dengan adanya pemekaran provinsi, kabupaten dan kota.
"Maka banyaklah timbul permasalahan itu, tapi satu demi satu dapat diselesaikan ya."
"Saya juga beberapa kali menengani penentuan batas wilayah dan juga mengenai sengketa pulau sekitar batas daratan bisa kita selesaikan secara yang baik," ungkap Yusril.