Bahan bacaan ia kumpulkan dari majalah loak asing, dan hampir semua genre ia coba tulis.
Riwayat Pendidikan dan Pelatihan Militer
Pendidikan tingginya sempat tersendat oleh biaya. Ia berpindah dari Universitas Indonesia ke Akademi Keuangan Bogor, sambil bekerja serabutan dan memutar uang keluarga sebagai pinjaman modal kecil.
Setelah lulus, ia sempat menikmati stabilitas sebagai pegawai perusahaan asuransi nasionalisasi, meski pekerjaan itu ia anggap menyesakkan.
Di penghujung 1950-an, Soesilo mengikuti pelatihan militer menjelang Operasi Trikora dan mendapat pangkat Letnan, meski tak ikut wajib militer.
Baca Juga: Gary Iskak Berpulang: Inilah Deretan Jejak Karier Sang Aktor Legendaris yang Tak Akan Terulang
Tak lama kemudian, ia lolos seleksi beasiswa Rusia, satu dari hanya 30 orang yang diterima dari sekitar 9.000 pendaftar.
Melanjutkan Pendidikan ke Moskow
Tahun 1962, setelah menikah dengan Suciati Atmo, ia berangkat ke Moskow. Di Universitas Patrice Lumumba dan Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov, Soesilo menamatkan studi hingga jenjang doktor dalam bidang ekonomi dan politik.
Ia mendalami Marxisme, Leninisme, dan realisme sosial, hidup berkecukupan, bekerja sebagai penulis, penerjemah, peneliti, bahkan pekerja kasar. Selama 11 tahun di Rusia, ia hidup mapan, membaca rak demi rak buku, dan menjadi intelektual yang disegani.
Ketika Gelar Doktor 'Tak Berguna'
Saat pulang ke Indonesia pada pertengahan 1960-an, negeri ini tengah dilanda paranoia politik.
Dugaan semata pernah belajar di Uni Soviet sudah cukup untuk menyeretnya sebagai tahanan politik.
Gelar doktor pun tidak mampu melindunginya. Dunia akademik tertutup rapat, dan stigma melekat lebih kuat daripada ijazah.
Selepas bebas, Soesilo tak pernah benar-benar kembali ke dunia yang semestinya menjadi rumahnya. Ia kemudian memilih hidup sederhana di Blora.
Baca Juga: Pengakuan Mengejutkan Leo Wattimena, Sepak Terjang Omar Dhani, dan Jejak AURI di Balik G30S PKI
Jadi Pemulung di Usia Senja
Memulung bukan bentuk keputusasaan, melainkan pilihan sadar untuk tetap mandiri. Setiap pagi, ia menyusuri jalan dengan sepeda tua, mengumpulkan barang bekas yang bisa dijual. Baginya, kerja apapun lebih bermartabat daripada hidup bergantung.
Meski tersisih dari pusat akademik, Soesilo tiada pernah berhenti menulis. Ia menghasilkan buku-buku sejarah, kebudayaan, dan catatan hidup dengan gaya jernih dan kritis.
Artikel Terkait
Pengakuan Mengejutkan Leo Wattimena, Sepak Terjang Omar Dhani, dan Jejak AURI di Balik G30S PKI
Sosok Syaikhona Muhammad Kholil: Kiai Karismatik Bangkalan yang Resmi Sandang Gelar Pahlawan Nasional
Direktur Utama Bank BJB Yusuf Saadudin Meninggal Dunia, Sosok Visioner yang Tinggalkan Warisan Besar
Sosok KGPH Hangabehi, Kandidat Raja Keraton Surakarta yang Dikenal sebagai Pemerhati Keris dan Penjaga Museum
Profil Rizki Juniansyah: Lifter Emas RI yang Resmi Dilantik Jadi Perwira TNI AL, Begini Perjalanan Epiknya!
Di Balik Kontroversi Ferry Irwandi, Ini Sosok Muthia Nadhira: Istri, Cinta Pertama, dan Partner Kebaikan