• Senin, 22 Desember 2025

Mengenal Sosok Soesilo Toer, Doktor Filsafat Jebolan Moskow yang Pilih Hidup Jadi Pemulung

Photo Author
- Selasa, 16 Desember 2025 | 09:42 WIB
Soesilo Toer, doktor filsafat jebolan Moskow, Rusia yang memilih hidup menjadi pemulung di usia senja (Foto: Instagram/@bukujenggala)
Soesilo Toer, doktor filsafat jebolan Moskow, Rusia yang memilih hidup menjadi pemulung di usia senja (Foto: Instagram/@bukujenggala)

Bahan bacaan ia kumpulkan dari majalah loak asing, dan hampir semua genre ia coba tulis.

Riwayat Pendidikan dan Pelatihan Militer

Pendidikan tingginya sempat tersendat oleh biaya. Ia berpindah dari Universitas Indonesia ke Akademi Keuangan Bogor, sambil bekerja serabutan dan memutar uang keluarga sebagai pinjaman modal kecil.

Setelah lulus, ia sempat menikmati stabilitas sebagai pegawai perusahaan asuransi nasionalisasi, meski pekerjaan itu ia anggap menyesakkan.

Di penghujung 1950-an, Soesilo mengikuti pelatihan militer menjelang Operasi Trikora dan mendapat pangkat Letnan, meski tak ikut wajib militer.

Baca Juga: Gary Iskak Berpulang: Inilah Deretan Jejak Karier Sang Aktor Legendaris yang Tak Akan Terulang

Tak lama kemudian, ia lolos seleksi beasiswa Rusia, satu dari hanya 30 orang yang diterima dari sekitar 9.000 pendaftar.

Melanjutkan Pendidikan ke Moskow

Tahun 1962, setelah menikah dengan Suciati Atmo, ia berangkat ke Moskow. Di Universitas Patrice Lumumba dan Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov, Soesilo menamatkan studi hingga jenjang doktor dalam bidang ekonomi dan politik.

Ia mendalami Marxisme, Leninisme, dan realisme sosial, hidup berkecukupan, bekerja sebagai penulis, penerjemah, peneliti, bahkan pekerja kasar. Selama 11 tahun di Rusia, ia hidup mapan, membaca rak demi rak buku, dan menjadi intelektual yang disegani.

Ketika Gelar Doktor 'Tak Berguna'

Saat pulang ke Indonesia pada pertengahan 1960-an, negeri ini tengah dilanda paranoia politik.

Dugaan semata pernah belajar di Uni Soviet sudah cukup untuk menyeretnya sebagai tahanan politik.

Gelar doktor pun tidak mampu melindunginya. Dunia akademik tertutup rapat, dan stigma melekat lebih kuat daripada ijazah.

Selepas bebas, Soesilo tak pernah benar-benar kembali ke dunia yang semestinya menjadi rumahnya. Ia kemudian memilih hidup sederhana di Blora.

Baca Juga: Pengakuan Mengejutkan Leo Wattimena, Sepak Terjang Omar Dhani, dan Jejak AURI di Balik G30S PKI

Jadi Pemulung di Usia Senja

Memulung bukan bentuk keputusasaan, melainkan pilihan sadar untuk tetap mandiri. Setiap pagi, ia menyusuri jalan dengan sepeda tua, mengumpulkan barang bekas yang bisa dijual. Baginya, kerja apapun lebih bermartabat daripada hidup bergantung.

Meski tersisih dari pusat akademik, Soesilo tiada pernah berhenti menulis. Ia menghasilkan buku-buku sejarah, kebudayaan, dan catatan hidup dengan gaya jernih dan kritis.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Artikel Terkait

Terkini

X