• Senin, 22 Desember 2025

Mengenal Sosok Soesilo Toer, Doktor Filsafat Jebolan Moskow yang Pilih Hidup Jadi Pemulung

Photo Author
- Selasa, 16 Desember 2025 | 09:42 WIB
Soesilo Toer, doktor filsafat jebolan Moskow, Rusia yang memilih hidup menjadi pemulung di usia senja (Foto: Instagram/@bukujenggala)
Soesilo Toer, doktor filsafat jebolan Moskow, Rusia yang memilih hidup menjadi pemulung di usia senja (Foto: Instagram/@bukujenggala)

KONTEKS.CO.ID - Ia pernah bersantap di restoran elite Moskow, menamatkan buku-buku yang bahkan belum disentuh dosennya, dan menyandang gelar doktor dari salah satu universitas ekonomi paling bergengsi di Uni Soviet.

Namun di masa tuanya, Soesilo Ananta Toer, adik kandung Pramoedya Ananta Toer justru menjalani hari dengan mendorong sepeda tua, memungut botol plastik di jalanan Blora.

Kisah Soesilo adalah potret paling kontras dari sejarah Indonesia, tentang kecerdasan yang tak mendapat tempat, tentang ilmu yang kalah oleh stigma, dan tentang martabat yang tetap dijaga di tengah keterpinggiran.

Baca Juga: Di Balik Kontroversi Ferry Irwandi, Ini Sosok Muthia Nadhira: Istri, Cinta Pertama, dan Partner Kebaikan

Masa Kecil Penuh Keprihatinan

Mengutip WikipediaSoesilo Ananta Toer lahir pada 17 Februari 1937. Ia tumbuh di Jetis, Kecamatan Blora, dalam keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan dan literasi.

Ayahnya, Mastoer, yang kemudian mengubah namanya menjadi Toer saja karena menurutnya, 'Mas' berbau feodal merupakan guru sekaligus aktivis Boedi Oetomo.

Sedangkan ibunya, Siti Saidah, wafat saat Soesilo berusia empat tahun, meninggalkan sembilan anak dalam kondisi ekonomi yang kian terjepit. 

Ia lahir sebagai anak ketujuh, pada masa ketika keluarga Toer tak lagi berada dalam kemapanan seperti saat kakaknya, Pramoedya, dilahirkan.

Utang menumpuk, surat-surat tanah dijual, dan sekolah Institut Boedi Oetomo yang dipimpin sang ayahperlahan runtuh akibat Ordinansi Sekolah Liar Hindia Belanda tahun 1932.

Dalam situasi itu, Pramoedya yang telah yatim-piatu justru mengambil peran sebagai pengasuh adik-adiknya, termasuk Soesilo yang ia anggap sebagai adik kebanggaannya.

Baca Juga: Sosok KGPH Hangabehi, Kandidat Raja Keraton Surakarta yang Dikenal sebagai Pemerhati Keris dan Penjaga Museum

Cari Uang Sendiri

Dididik keras dan disiplin, Soesilo tumbuh menjadi anak tekun. Saat keluarga pindah ke Jakarta pada 1950, ia bersekolah di Taman Siswa dengan uang saku Rp10 per bulan.

Kekurangan jajan membuatnya mencari jalan sendiri, menulis. Pada usia 13 tahun, tulisannya sudah dimuat di Majalah Kunangkunang terbitan Balai Pustaka dengan judul Aku Ingin Jadi Jenderal.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Artikel Terkait

Terkini

X