• Minggu, 21 Desember 2025

SETARA Bongkar Dua Isu Panas Reformasi Polri: Penunjukan Kapolri Tanpa DPR, Jalan Pintas Reformasi atau Pintu Politisasi?

Photo Author
- Sabtu, 13 Desember 2025 | 15:49 WIB
SETARA Institute kritik wacana penunjukan Kapolri langsung oleh Presiden tanpa libatkan DPR (Foto: Istimewa)
SETARA Institute kritik wacana penunjukan Kapolri langsung oleh Presiden tanpa libatkan DPR (Foto: Istimewa)

Kedua, pelibatan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) secara substansial, bukan sekadar formalitas.

Kompolnas harus berperan sebagai penjaga gerbang independen yang memastikan calon Kapolri memenuhi standar etik, profesionalisme, dan kepemimpinan strategis.

Kemudian Ketiga, penguatan fungsi pengawasan DPR, namun difokuskan pada evaluasi kinerja Kapolri setelah menjabat, termasuk kemungkinan rekomendasi pemberhentian jika terjadi pelanggaran serius.

Sedangkan Keempat, pembukaan ruang konsultasi publik, agar pandangan para ahli dan masyarakat sipil dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan pucuk pimpinan Polri.

Baca Juga: Diteken Kapolri, Perkap No 10 Secara 'Brutal' Tabrak Putusan MK No 114 Tahun 2025

Putusan MK dan Polemik Jabatan Sipil Polri

Selain soal Kapolri, Ikhsan juga menyoroti dampak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menyatakan frasa dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri menimbulkan kerancuan norma dan ketidakpastian hukum.

Putusan tersebut kemudian direspons Kapolri melalui Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025, yang membuka peluang anggota Polri menduduki jabatan di 17 kementerian dan lembaga sipil.

Menurut Ikhsan, putusan MK sejatinya dapat menjadi 'rem' terhadap ekspansi penempatan anggota Polri di luar institusi kepolisian tanpa mekanisme pensiun.

“MK menegaskan bahwa frasa tersebut telah mengaburkan makna kewajiban mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Ini titik penting untuk koreksi kebijakan,” ujarnya.

Baca Juga: Mahfud MD: Perpol Terbaru yang Dikeluarkan Kapolri Bertentangan dengan Dua UU, Dikuatkan Putusan MK

Momentum Koreksi Reformasi Kepolisian

Ikhsan menilai putusan MK tersebut seharusnya menjadi energi korektif bagi pemerintah dan cermin bagi Polri untuk mempercepat konsolidasi reformasi kelembagaan.

Jika tidak disikapi dengan serius, perluasan jabatan sipil tanpa batas yang jelas justru berpotensi mengaburkan prinsip supremasi sipil dan merusak agenda reformasi sektor keamanan.

“Putusan MK ini bukan hanya soal tafsir hukum, tetapi peringatan agar reformasi Polri tidak berjalan mundur,” tutup Ikhsan.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X