• Senin, 22 Desember 2025

Banjir Bandang dan Longsor Terjang Sumatra, Novel Baswedan Singgung Persekongkolan Pejabat Soal Izin Tambang dan Perkebunan

Photo Author
- Jumat, 12 Desember 2025 | 13:44 WIB
Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan singgung persekongkolan pejabat soal banjir bandang dan longsor di Sumatra (KONTEKS.CO.ID/IG Emildasyari)
Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan singgung persekongkolan pejabat soal banjir bandang dan longsor di Sumatra (KONTEKS.CO.ID/IG Emildasyari)


KONTEKS.CO.ID - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan angkat suara soal bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatra.

Dia menyinggung soal tambang dan perkebunan di Aceh, Sumatra Utara (Sumut) dan Sumatra Barat.

Novel menyatakan, pengusaha tambang maupun perkebunan harus punya izin dan patuh aturan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Baca Juga: Baru Sebulan Dilarang MK, Kapolri Malah Teken Aturan Baru Bolehkan Polisi Aktif Menjabat di 17 Kementerian dan Lembaga

"Proses terkait dengan perkebunan, dengan tambang itu harus ada perizinan. Persoalannya, perizinan itu harus betul-betul mencermati itu (lingkungan),” katanya menukil tayangan di kanal YouTube Media Novel Baswedan pada Jumat, 12 Desember 2025.

Menurutnya, ada sistem pengawasan yang harusnya dilaksanakan dengan efektif. Dia lantas menyinggung pihak di balik izin penambangan, baik itu secara personal maupun korporasi.

"Kalau orang atau korporasi yang mendapatkan izin pengelolaan tambang atau perkebunan melanggar aturan, memang ada pidananya dalam undang-undang tertentu. Ada undang-undang kehutanan, termasuk lingkungan hidup," ujarnya.

"Tapi, kalau ternyata dalam melakukan itu bersekongkol dengan pejabat yang membuat regulasi atau pejabat yang memberikan perizinan, pengawasan, maka itu adalah kejahatan tindak pidana korupsi,” imbuhnya.

Jika ada persekongkolan, maka proses penanganan tidak lagi membuat undang-undang khusus terkait lingkungan, tapi menggunakan tindak pidana korupsi.

Baca Juga: Lender Merugi Miliaran, Kasus Dana Syariah Indonesia Menggelinding ke Polri

Novel mengatakan, penyelesaian dengan menggunakan undang-undang korupsi karena kerusakan lingkungan adalah sesuatu yang bisa dihitung angka kerugiannya.

Mengacu metode social cost Kejaksaan Agung (Kejagung), kata Novel, kerugian yang ditimbulkan bisa dihitung dari berbagai aspek.

"Kerugian tidak hanya dilihat dari kerugian langsung, tapi juga kerugian karena kerugian ekonomi yang tak bisa dimanfaatkan, kerugian dari dampak kerusakan yang terjadi, dan biaya rehabilitasi yang diperlukan untuk kembali semula,” jelasnya.

“Ini kalau dihitung, nilainya pasti sangat besar,” sambungnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lopi Kasim

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X