• Minggu, 21 Desember 2025

Gawat! Mafindo Ungkap 1.593 Hoaks di Era Prabowo, 12,7 Persen Deepfake Picu Kekacauan Nyata

Photo Author
- Sabtu, 15 November 2025 | 09:33 WIB
Jangan Panik! Hoaks Ikon Tiga Garis WhatsApp Bukan Tanda Hacker, Tapi Fitur Voice Chat. (Freepik.com)
Jangan Panik! Hoaks Ikon Tiga Garis WhatsApp Bukan Tanda Hacker, Tapi Fitur Voice Chat. (Freepik.com)

KONTEKS.CO.ID - Era disinformasi di Indonesia telah memasuki babak baru yang jauh lebih berbahaya, di mana hoaks tidak lagi hanya merusak reputasi, tetapi secara langsung memicu kekacauan dan kerusuhan di dunia nyata.

Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) melaporkan bahwa dalam satu tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, setidaknya 1.593 hoaks telah terdeteksi, dengan 12,7 persen di antaranya adalah deepfake (rekayasa AI).

Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jumat, 14 November 2025, menegaskan bahwa penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI) ini telah menjadi pemicu utama erosi kepercayaan publik.

Teknologi yang semakin canggih membuat masyarakat, jurnalis, bahkan akademisi, kini kesulitan membedakan mana video asli dan mana video rekayasa.

Baca Juga: Peneliti: Fenomena Jumlah Perceraian Naik dan Pernikahan Turun di Indonesia Sudah Mengkhawatirkan

Dampak paling mengerikan dari teror digital ini bukanlah angka 1.593 hoaks tersebut, melainkan kekuatan destruktif dari satu video saja. Septiaji menyoroti satu contoh kasus katastrofal yang terjadi pada tahun 2025, yang menargetkan mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Sebuah video deepfake yang sangat halus beredar, menampilkan Sri Mulyani seolah-olah mengatakan bahwa guru adalah beban negara.

Bagi publik, khususnya para pendidik, pernyataan palsu ini adalah sebuah pelecehan yang tak termaafkan. Dampaknya di dunia nyata terjadi instan dan masif.

"Kemarin itu banyak guru yang marah dalam hitungan kurang dari 2 hari, Deepfake itu bisa mencakup belasan juta (reaksi)," ucap Septiaji. Kemarahan kolektif para guru ini, yang dipicu oleh hoaks, dengan cepat meluas dan berujung pada tindak kriminal.

Laporan tersebut secara gamblang mengaitkan video deepfake itu sebagai pemicu terjadinya aksi penjarahan rumah Sri Mulyani.

Baca Juga: Daftar Lengkap Nama Siswa Juara Olimpiade Madrasah Indonesia Nasional 2025 Bidang Sains, Pintarnya di Atas Rata-Rata

Ini adalah bukti pertama di Indonesia bagaimana sebuah konten rekayasa AI mampu memobilisasi kemarahan publik hingga level kekerasan fisik dan perusakan properti. Kepercayaan publik terhadap informasi di internet pun runtuh akibat insiden ini.

Septiaji mengakui bahwa melawan disinformasi semacam ini sangat sulit, bahkan bagi para ahli. "Saya sampaikan ini, deepfake ini tidak mudah untuk mendeteksinya,” katanya.

Evolusi teknologi AI yang pesat tidak diimbangi oleh regulasi dan tata kelola di Indonesia, menciptakan kekosongan hukum yang dimanfaatkan oleh para pembuat hoaks.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X