KONTEKS.CO.ID - Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto terus menuai kritik. Bagi sebagian kalangan, langkah ini bukan sekadar penghormatan terhadap sejarah, melainkan pengulangan terhadap masa lalu yang pernah dikoreksi oleh reformasi.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menilai, usulan tersebut merupakan tamparan terhadap amanat reformasi 1998.
Menurutnya, jika Presiden Prabowo Subianto benar-benar menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional, maka itu bukan sekadar keputusan administratif melainkan simbol nepotisme politik yang kembali dilegalkan.
“Presiden Prabowo yang merupakan mantan menantu Soeharto akan menetapkan mantan mertuanya sebagai pahlawan. Betapa kental aroma nepotisme di dalamnya. Setelah berulangkali diusulkan, dan ditolak, ternyata balutan nepotisme jugalah yang membawa Soeharto kepada gelar pahlawan,” ujar Ray dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 28 Oktober 2025.
Baca Juga: Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Aktivis 98: Gelar Kepahlawanan Kehilangan Makna Agung
Balutan Nepotisme dan Citra Pemerintahan
Bagi Ray, wacana tersebut bukan hal yang mengejutkan. Ia menyebutnya sebagai kelanjutan dari kultur politik yang telah ditanamkan oleh Soeharto selama berkuasa yakni mendahulukan kepentingan keluarga dan kelompok, baru kemudian bangsa dan negara.
“Maka pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto oleh mantan menantu Soeharto seperti merawat ajaran nepotisme ala Soeharto untuk terus disuburkan,” kritiknya.
Ray kemudian mempertanyakan tindakan apa yang membuat Soeharto layak disebut pahlawan, dan keteladanan apa yang bisa diwariskan kepada bangsa ini? Dua pertanyaan yang, menurutnya, menjadi ujian moral bagi pemerintahan Prabowo.
“Soeharto, yang berkuasa selama 32 tahun, telah membawa bangsa ini pada apa yang telah disematkan oleh reformasi sebagai bapak kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN),” ujarnya.
Baca Juga: Ray Rangkuti: Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Puncak Nepotisme Pemerintahan Prabowo
Luka Lama Belum Sembuh
Meski TAP MPR yang menyinggung soal KKN di era Soeharto telah dicabut pada 2024, Ray menegaskan bahwa kenyataan sejarah tidak bisa dihapus.
Lebih lanjut dirinya mengingatkan, masa kekuasaan Orde Baru adalah masa ketika praktik KKN mengakar dan menular hingga kini.
Selain korupsi dan nepotisme, Ray juga menyinggung soal pelanggaran HAM yang membekas dalam sejarah bangsa, di antaranya kasus penembakan misterius, penghilangan paksa, peristiwa 1965–1966, Talangsari, Tanjung Priok, hingga kerusuhan Mei 1998.
Artikel Terkait
Hendardi: Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Nodai Akal Sehat dan Pengkhianatan Terhadap Reformasi
Respons Titiek Soeharto Soal Usulan dan Penolakan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Alhamdulillah, Terima Kasih
Ray Rangkuti: Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Puncak Nepotisme Pemerintahan Prabowo
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Aktivis 98: Gelar Kepahlawanan Kehilangan Makna Agung