• Minggu, 21 Desember 2025

Negara Terbelit Utang Raksasa, Mahfud MD: Skandal 'Aneh' Proyek Whoosh Harus Diselesaikan Secara Hukum

Photo Author
- Sabtu, 25 Oktober 2025 | 10:03 WIB
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD bongkar risiko tersembunyi di balik proyek Whoosh  (Foto: YouTube/Mahfud MD Official)
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD bongkar risiko tersembunyi di balik proyek Whoosh (Foto: YouTube/Mahfud MD Official)

KONTEKS.CO.ID - Polemik proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) atau Whoosh kembali mencuat setelah mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyoroti sisi gelap hubungan kontraktual antara Indonesia dan China.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mempertanyakan transparansi kontrak yang mengikat kedua negara, terutama di tengah beban utang jumbo yang mencapai Rp116 triliun.

Dalam video terbaru di kanal YouTube Mahfud MD Official, pada Jumat, 24 Oktober 2025 malam, Mahfud menyampaikan keheranannya karena hingga kini publik, bahkan DPR tidak mengetahui isi kontrak proyek prestisius tersebut.

Baca Juga: Mahfud MD Bongkar Fakta Kelam Whoosh: Dikuasai China, Utang Menggunung, Indonesia Cuma Jadi Penonton!

“Kita belum tahu jelas isi kontrak Indonesia dan China dalam proyek ini, bahkan dalam sebuah wawancara, seorang anggota DPR mengatakan tidak tahu isi kontraknya,” ujar Mahfud.

“Bisa dimaklumi kalau masih baru, belum terlibat tapi jadi pertanyaan apakah DPR menyimpan dokumen kontrak itu? Apakah dokumen kontrak tersebut bisa diakses oleh publik secara utuh?” imbuhnya.

Klausul Rahasia di Balik Utang Negara

Mahfud kemudian mengutip studi Deutsche Welle berjudul "China’s Secret Loans to Developing Nations" yang dipublikasikan pada 31 Maret 2021.

Studi itu meneliti 142 perjanjian pinjaman antara bank-bank China dan 24 negara berkembang, yang sebagian besar memuat klausul rahasia.

“Pemberi pinjaman dalam hal ini bank-bank China mempengaruhi kebijakan ekonomi luar negeri negara-negara penerima pinjaman,” katanya.

Baca Juga: Skandal Proyek Whoosh Makin Panas, Anthony Budiawan: Kalau KPK Masih Independen, Harusnya Usut!

“Dari 90 persen kontrak yang diteliti, ternyata berisi ketentuan bahwa China dapat mengakhiri kontrak dan menuntut pengembalian jika terjadi perubahan kebijakan atau perubahan hukum yang signifikan di negara-negara peminjam,” jelasnya.

Mahfud juga menyoroti klausul lain yang memberi prioritas pembayaran kepada Bank China bila negara peminjam mengalami kebangkrutan atau restrukturisasi utang.

Risiko Diplomatik dan Ancaman Penyitaan Aset

Lebih jauh, Mahfud mengingatkan bahwa risiko wanprestasi bisa muncul bila hubungan diplomatik kedua negara memburuk.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X