KONTEKS.CO.ID – Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, Prof. Dr. Pujiono Suwadi, mengatakan, pengembalian uang Rp13,2 triliun dari korupsi tata kelola minyak sawit ke negara merupakan keberanian pemerintah dan paradigma baru pemberantasan korupsi.
"Soal keberanian ini adalah Pak Prabowo tidak main-main untuk mengusut kasus-kasus besar," kata Prof Puji dalam dialog di salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025.
Salah satunya, lanjut Prof Puji, yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka dalam kasus korupsi minyak mentah dan produk kilang Pertamina.
Baca Juga: Kejagung Ultimatum Musim Mas dan Permata Hijau Segera Bayar Rp4,4 Triliun Kerugian Negara
"Riza Halid yang dari dua periode [pemerintahan] sebelumnya itu hampir tidak tersentuh," ujarnya.
Pemerintahan Prabowo mempunyai kemauan politik dan komitmen yang kuat untuk memberantas korupsi dan membongkar kasus-kasus besar.
"[Riza Chalid] bisa dilakukan tersangka, walaupun catatannya, memang sampai hari ini yang bersangkutan belum bisa dilakukan upaya paksa [penangkapan]," ujarnya.
Sedangkan paradigma baru pemberantasan korupsi, kata Prof Puji, yakni pemerintahan Prabowo menekankan efek gentar atau jera (deterrent effect) bukan hanya sekadar hukuman badan.
"Hukuman badan itu bagian dari efek deterrent, itu adalah sebuah keniscayaan, itu bagian dari amanah undang-undang," katanya.
Adapun yang paling penting dalam pemberantasan korupsi ini, lanjut Prof Puji, merupakan tindak pidana kejahatan keuangan.
"Maka lebih penting juga efek deterrent itu bagaimana kemudian melakukan pengembalian kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara," ujarnya.
Prof Puji menilai bahwa pengembalian uang Rp13,255 triliun dari Rp17,2 triliun kerugian negara oleh Kejagung kepada negara, itu merupakan satu paradigma baru dalam pemberantasan korupsi.
"Bahwa penting untuk kemudian menunjukkan atau memberikan juga saran, memberikan efek deterrent itu berubah, kemudian pemiskinan melalui proses conviction-based," tandasnya.
Ia menyampaikan, meskipun conviction-based ini baru dalam perampasan aset di Indonesia. "Tapi ini perlu dilakukan paradigma baru," ucapnya.***
Artikel Terkait
Wilmar Group Respons Penyitaan Uang Rp11,8 Triliun oleh Kejagung, Klaim Soal Izin Ekspor CPO
Hakim Djuyamto Akui Terima Suap Rp40 Miliar di Kasus Vonis Lepas Ekspor CPO
MA Anulir Vonis Lepas Terdakwa Korporasi Wilmar Group Dkk dalam Kasus Korupsi CPO, Diduga Ada Suap di Balik Putusan
Presiden Prabowo Akan Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Rp13 Triliun Kasus Korupsi Ekspor CPO di Kejaksaan Agung
Kejagung Masih Tunggu Uang Sitaan Rp4,4 Triliun dari Dua Perusahaan CPO