• Senin, 22 Desember 2025

Sidang Praperadilan Nadiem Makarim, Ahli Sorot Kejagung Buat-buat Alat Bukti

Photo Author
- Selasa, 7 Oktober 2025 | 16:34 WIB
Nadiem tersangka: Bukti dibuat-buat? (Foto X/HotmanParis/Kejagung)
Nadiem tersangka: Bukti dibuat-buat? (Foto X/HotmanParis/Kejagung)

KONTEKS.CO.ID - Sidang praperadilan yang diajukan eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa, 7 Oktober 2025.

Sidang ini membahas keabsahan penetapan status tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.

Tim kuasa hukum Nadiem sebelumnya menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Dalam sidang lanjutan ini, ahli hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, dihadirkan untuk memberikan pandangan hukum yang kemudian menarik perhatian publik.

Baca Juga: Disiplin Tanpa Ampun, Dedi Mulyadi Pecat 20 ASN Malas dan Siap Pajang Datanya ke Publik!

Ada empat poin penting yang disampaikan Chairul Huda dalam persidangan tersebut.

Bukti Harus Ditemukan Sebelum Penetapan Tersangka

Chairul Huda menegaskan, dalam hukum acara pidana, keberadaan alat bukti menjadi dasar penetapan tersangka, bukan pelengkap. Artinya, seseorang baru bisa ditetapkan tersangka setelah penyidik menemukan minimal dua alat bukti yang sah.

“Jadi kalau ditetapkan tersangka lebih dulu baru dicari buktinya, ini namanya bukan dicari buktinya, tapi dibuat-buat buktinya,” ujar Chairul Huda dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan.

Menurutnya, praktik yang membalik urutan hukum ini justru berpotensi manipulatif dan menyalahi prinsip keadilan.

Baca Juga: Sampai Dua Dekade Janji Kosong Pertamina Punya Kilang Baru

Pandangan ini sejalan dengan gugatan Nadiem yang menilai Kejagung terlalu tergesa menetapkannya sebagai tersangka sebelum hasil audit dugaan kerugian negara rampung.

Audit BPKP Tak Bisa Jadi Alat Bukti Sah

Huda juga menyoroti persoalan dasar hukum terkait audit keuangan. Ia menjelaskan bahwa hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak otomatis menjadi alat bukti sah dalam perkara korupsi.

“Kalau dikeluarkan oleh BPKP saja tanpa pengesahan BPK, itu alat bukti tapi belum menjadi alat bukti yang sah,” katanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Eko Priliawito

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X