KONTEKS.CO.ID – Rumusan Pasal 56 Ayat (1) huruf d Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) menjadikan TNI sebagai penyidik tindak pidana keamanan dan ketahanan siber.
Al Araf, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari Centra Initiative dalam pernyataan sikap kolalisi di Jakarta, Sabtu, 4 Oktober 2025, menyampaikan, ini mengancam demokrasi dan negara hukum.
Selain itu, masuknya TNI sebagai penyidik menjadikan TNI sebagai penegak hukum atau yudikatif.
Baca Juga: MK Terbelah Hebat Soal UU TNI: 4 Hakim Sebut Cacat Prosedur dan Desak Perbaikan, tapi Kalah Suara
Perumusan pasal ini kian menunjukkan semakin besarnya intervensi militer dalam kehidupan sipil, yang kian menciderai prinsip civilian supremacy dalam sistem hukum negara demokratis.
"Di mana proses penegakan hukum pidana merupakan ranah kekuasaan sipil, bukan militer," katanya.
Ketentuan bahwa TNI sebagai penyidik tindak pidana keamanan dan ketahanan siber RUU KKS juga bertentangan dengan UUD 1945.
"Rumusan ini jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 30 ayat (3) UUD 1945," kata Al Araf.
Pasal di atas menegaskan bahwa TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara, tidak memiliki tugas dan fungsi sebagai penegak hukum.
"Keterlibatan militer dalam proses penyidikan perkara pidana, termasuk pidana keamanan dan ketahanan siber bertentangan dengan konstitusi dan UU TNI," katanya.***
Artikel Terkait
Serangan Siber Hantam Sistem Check-in Bandara-Bandara Tersibuk di Eropa
Telkomsel, IOH, dan XLSMART Bersatu Amankan Pelanggan dari Penjahat Siber
Telkom Cyberfest Vol. 2, Cara Telkom Kenalkan Dunia Siber kepada Talenta Muda
Pelarian Berakhir, ‘Bjorka’ Dibekuk Polisi Siber Polda Metro Jaya di Pedalaman Minahasa: Modal Beli Data dari Dark Web
Koalisi Masyarakat Sipil: RUU KKS Ancam Demokrasi dan Negara Hukum