Selain itu, Ferry juga mengkritik implementasi di lapangan yang terbukti kacau. Ia menyoroti banyaknya kasus keracunan massal di berbagai daerah sebagai bukti bahwa program ini tidak dikelola dengan baik.
Baca Juga: Sah! Paripurna DPR Setujui RUU Kepariwisataan Jadi Undang-undang
Masalah sanitasi yang buruk, seperti mencuci peralatan makan di air limbah, semakin memperparah citra program ini.
Kekacauan ini, menurutnya, juga disebabkan oleh penempatan orang-orang yang tidak kompeten di bidangnya.
Ia menyindir keras pimpinan Badan Gizi Nasional yang merupakan seorang ahli serangga dan banyaknya jenderal di dalam struktur organisasinya. "Ini kan urusan gizi, bukan urusan perang," tegasnya.
Baca Juga: Bukan Food Estate atau MBG, Reforma Agraria Langkah Ampuh Tepis Krisis Pangan
Sebagai solusi, Ferry menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi total. Seharusnya, sebelum diluncurkan secara nasional, program sebesar ini didahului oleh proyek percontohan di 10 atau 20 sekolah untuk menguji efektivitas dan kesiapan sistem.
Ia juga mengusulkan agar anggaran per anak dinaikkan dari Rp15.000 menjadi Rp20.000 atau Rp25.000 untuk memastikan gizi yang diberikan benar-benar berkualitas.
Sistem distribusinya pun bisa diubah menggunakan kupon yang dapat digunakan di kantin-kantin sekolah yang sudah ada, sehingga tidak mematikan usaha kecil di lingkungan pendidikan.
Baca Juga: Gebrakan Unik Dedi Mulyadi: ASN Pemprov Jabar Pemalas Bakal Dimasukin Medsos
Pada akhirnya, Ferry menyimpulkan bahwa program MBG dalam formatnya saat ini lebih menyerupai sebuah "proyek politik" daripada program ekonomi yang tulus untuk kesejahteraan rakyat.***
Artikel Terkait
Mahfud MD: Korban MBG Bisa Gugat ke Pengadilan
Pakar Hukum: UU MBG untuk Legitimasi dan Cegah Penyimpangan
Kritik Program MBG Belum Sentuh Wilayah Rentan Gizi Buruk, DPR Kaget Cucu Mahfud MD Ikut Keracunan
Bukan Food Estate atau MBG, Reforma Agraria Langkah Ampuh Tepis Krisis Pangan
Komnas HAM: MBG dan Food Estate Kerap Abaikan Hak Asasi