KONTEKS.CO.ID - Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Aidul Fitriciada Azhari, menilai bahwa ketegangan antara Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini telah memasuki babak baru yang lebih keras.
Menurutnya, konflik ini sebenarnya telah membara sejak putusan MK terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), dan kini kembali memuncak akibat putusan terbaru mengenai jadwal pemilu.
"DPR itu sudah mulai memberikan reaksi respon yang keras itu terutama sejak kasus Undang-Undang Ciptaker," ungkap Prof. Aidul dalam sebuah video yang tayang di kanal Youtube Forum Keadilan TV pada Minggu, 28 September 2025.
Baca Juga: Ungkap Rahasia HP Rp2 Jutaan Galaxy A17, Salah Satunya Dipersenjatai AI dan Kamera 50 MP Anti-Goyang
Ia menceritakan pengalamannya saat membantu pemerintah menindaklanjuti putusan tersebut, di mana ia merasakan langsung adanya kemarahan dan kekecewaan dari kalangan anggota DPR maupun pemerintah terhadap MK.
Konflik ini berakar pada fenomena "yudisialisasi politik", di mana MK dianggap terlalu jauh mengambil alih proses legislasi yang seharusnya menjadi kewenangan mutlak DPR.
Ketika DPR sebagai representasi rakyat membuat undang-undang melalui proses politik yang terbuka, MK justru dapat mengubahnya melalui proses yang tertutup oleh sembilan orang hakim.
Baca Juga: Di Sidang PBB, Menlu Rusia Tuding NATO-Uni Eropa Nyatakan Perang, Trump dan Eropa Balik Tekan
Putusan terbaru MK Nomor 135 tentang jadwal pemilu menjadi puncak akumulasi dari pertentangan ini.
DPR merasa kewenangannya dalam membentuk undang-undang pemilu, yang diamanatkan oleh putusan MK sebelumnya, kini justru "dibajak" kembali oleh MK dengan alasan DPR bekerja lambat.
Reaksi keras DPR tidak hanya bersifat verbal. Prof. Aidul mencontohkan beberapa tindakan politik balasan yang telah dilakukan parlemen.
Baca Juga: Cerita Bidkum Polda Metro Jaya Awasi Gelar Perkara Kasus Perusuh Demo Akhir Agustus
Di antaranya adalah penggantian Hakim Konstitusi Aswanto oleh Guntur Hamzah yang dilakukan secara cepat dan tanpa proses seleksi terbuka.
Selain itu, terpilihnya politisi aktif Arsul Sani menjadi Hakim Konstitusi juga dilihat sebagai upaya DPR untuk menempatkan "orangnya" di dalam MK.
Artikel Terkait
Matius Fakhiri-Rumaropen Resmi Menang Pilkada Gubernur-Wagub Papua, MK Tolak Gugatan
Tok! Palu MK Patahkan Gugatan Syarat Polisi Wajib Sarjana, Pemohon Dianggap Tak Punya Kepentingan Hukum
Nasib Rangkap Jabatan Menteri Pascaputusan MK, KPK Punya 5 Rekomendasi Menarik untuk Prabowo
MK Terbelah Hebat Soal UU TNI: 4 Hakim Sebut Cacat Prosedur dan Desak Perbaikan, tapi Kalah Suara
MK Sampaikan Ini Soal Pembuat UU Bangkang Putusan