• Senin, 22 Desember 2025

MK Terbelah Hebat Soal UU TNI: 4 Hakim Sebut Cacat Prosedur dan Desak Perbaikan, tapi Kalah Suara

Photo Author
- Jumat, 19 September 2025 | 05:15 WIB
Mahkamah Konstitusi tolak uji formil pada UU TNI. ((Instagram/mahkamahkonstitusi))
Mahkamah Konstitusi tolak uji formil pada UU TNI. ((Instagram/mahkamahkonstitusi))

KONTEKS.CO.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) terbelah hebat saat memutus nasib Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Meskipun palu hakim akhirnya menolak permohonan uji formil, empat dari sembilan hakim konstitusi menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Mereka menyebut proses pembentukan UU itu cacat prosedur dan minim partisipasi publik.

Dalam putusan yang dibacakan pada Rabu, 17 September 2025, mayoritas hakim yang dipimpin oleh Guntur Hamzah menyatakan proses pembentukan UU TNI tidak bertentangan dengan UUD 1945. Putusan ini membuat UU kontroversial tersebut sah dan mengikat secara hukum.

Baca Juga: Respons PDIP Kadernya Didepak dari LKPP

Namun, kemenangan ini diraih lewat pertarungan suara yang tipis, 5 banding 4. Lima hakim yang menolak uji formil adalah Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, Daniel Yusmic P Foekh, Anwar Usman, dan Arief Hidayat.

Mereka berhadapan dengan empat hakim yang berpendapat sebaliknya: Suhartoyo, Saldi Isra, Arsul Sani, dan Enny Nurbaningsih.

Keempatnya kompak menilai UU TNI cacat formil dan mendesak agar dilakukan perbaikan dalam waktu paling lama dua tahun.

Baca Juga: Tradisi Nadran Nelayan Cirebon Diakui Warisan Budaya, Benarkah Upacara Sedekah Laut Ini Bisa Menjadi Ikon Wisata Jawa Barat?

Suara Keras dari Hakim Minoritas

Keempat hakim yang dissenting opinion menyuarakan kritik tajam terhadap proses legislasi yang dijalankan oleh DPR dan pemerintah. Argumen mereka senada dengan alasan gugatan yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil.

Hakim Suhartoyo menegaskan bahwa asas keterbukaan dan partisipasi publik yang bermakna telah dilanggar. Ia bahkan mengusulkan agar UU tersebut dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

“Permohonan para pemohon seharusnya dikabulkan untuk sebagian... sepanjang dilakukan perbaikan dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan... diucapkan dengan dipenuhinya asas keterbukaan dan partisipasi publik,” tegas Suhartoyo.

Baca Juga: Pemerintah Galau soal Cukai Rokok 2026, DPR Ancam: Tarif Naik, Industri Ambyar!

Sementara itu, Hakim Saldi Isra dan Arsul Sani menyoroti proses janggal masuknya RUU TNI ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2025.

Keduanya juga menyentil sulitnya publik mengakses draf dan informasi pembahasan, yang secara efektif membungkam partisipasi masyarakat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X