• Minggu, 21 Desember 2025

Kemarahan Kelas Menengah di Balik Demo Agustus 2025, LPEM FEB UI Bongkar Akar Masalahnya

Photo Author
- Jumat, 5 September 2025 | 19:00 WIB
LPEM FEB UI Bongkar Akar Masalah Demo Agustus 2025 (foto: LPEM FEB UI)
LPEM FEB UI Bongkar Akar Masalah Demo Agustus 2025 (foto: LPEM FEB UI)

KONTEKS.CO.ID - Gelombang unjuk rasa yang memanas pada Agustus 2025 dan menjalar ke berbagai daerah tidak bisa dipandang sekadar aksi spontan.

Menurut analisis para peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), kericuhan tersebut mencerminkan "kemarahan" kelas menengah yang selama ini merasa terpinggirkan oleh negara.

Kepala LPEM FEB UI, Chaikal Nuryakin, menjelaskan bahwa fenomena ini dapat dilihat melalui principal-agent theory.

Baca Juga: Bulog Buka-bukaan soal SPHP: Stok 3,9 Juta Ton Beras, 0,1 Persen Direproses, Pastikan Aman Dikonsumsi

Di mana rakyat sebagai prinsipal memiliki kepentingan untuk sejahtera, namun agen yakni pemerintah dan DPR justru memiliki tujuan berbeda.

Akibat perbedaan kepentingan inilah muncul jurang ketidakpuasan yang meluas.

"Kemarahan itu merupakan akumulasi dari tekanan ekonomi yang tidak direspons serius oleh pemerintah maupun DPR. Ketika kebutuhan masyarakat tak terakomodir, muncullah permasalahan yang berujung pada aksi besar-besaran,” ungkap Chaikal mengutip Jumat, 5 September 2025.

Kelas Menengah Jadi Motor Aksi

Dekan FEB UI sekaligus peneliti senior LPEM FEB UI, Teguh Dartanto, menegaskan bahwa gelombang demo Agustus 2025 ini berbeda dengan sebelumnya.

Para pelaku utama bukan masyarakat penerima bansos, melainkan kelas menengah yang selama ini menopang perekonomian, namun terbebani berbagai kebijakan.

Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Pati menjadi titik awal pemantik amarah publik.

Kebijakan itu dianggap sebagai dampak program populis pemerintah pusat yang menyedot anggaran besar, sehingga daerah terpaksa menutup celah fiskal lewat peningkatan pajak.

Baca Juga: CELIOS Desak Reset Ekonomi Indonesia, Dorong Pemangkasan Belanja Non-Prioritas

"Alih-alih menyejahterakan, program populis justru membuat beban hidup masyarakat makin berat. Ditambah arogansi elit politik, akhirnya masyarakat kelas menengah yang tidak menerima bansos merasa harus bersuara," terang Teguh.

Ketimpangan dan Krisis Ekonomi

Peneliti senior LPEM FEB UI, Vid Adrison, menambahkan bahwa demo tersebut juga dipicu oleh ketidakadilan pendapatan antara kelas pekerja dengan pejabat negara.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lopi Kasim

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X