• Minggu, 21 Desember 2025

Polemik Royalti Musik, Hotel Mempertanyakan Definisi Ruang Publik dan Privat

Photo Author
- Selasa, 26 Agustus 2025 | 15:50 WIB
Gunakan Musik untuk Usaha? Ini Aturan dan Cara Bayar Royalti yang Wajib Diketahui (Pixabay/Ralf Ruppert)
Gunakan Musik untuk Usaha? Ini Aturan dan Cara Bayar Royalti yang Wajib Diketahui (Pixabay/Ralf Ruppert)

KONTEKS.CO.ID – Penerapan royalti musik di industri perhotelan memunculkan perdebatan baru terkait definisi ruang publik dan ruang privat.

Asosiasi hotel menilai tafsir Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) terlalu luas hingga mencakup area yang seharusnya bersifat pribadi.

Indonesian Hotel General Managers Association (IHGMA) menyoroti ketentuan Undang-Undang Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah No. 56/2021 yang masih multitafsir.

Baca Juga: Menkumham Supratman Guncang Dunia Musik: Audit LMKN dan LMK Diminta, Fakta Royalti Siap Terkuak!

LMKN mengategorikan suara televisi di kamar tamu, lantunan murotal, hingga adzan sebagai “pertunjukan komersial” sehingga memicu kewajiban royalti.

“Padahal kamar hotel itu ruang privat, bukan ruang publik. Kalau setiap bunyi dianggap pertunjukan komersial, definisinya jadi kabur,” ujar Erick Herlangga, Kepala Bidang Hukum IHGMA.

Kasus dialami Sutan Bustamar Koto, GM Pranaya Boutique Hotel, yang propertinya dikenai penalti akibat suara burung liar.

Baca Juga: Deretan Musisi Besar yang Gratiskan Lagu untuk Kafe di Tengah Polemik Royalti, Ini Respons LMKN

“Sejak 2022 kami tidak memutar musik latar, tapi LMKN tetap menilai itu rekaman. Rasanya kami diperlakukan seperti pelanggar hukum, padahal hanya butuh kejelasan aturan,” katanya.

Asosiasi hotel meminta pemerintah mempersempit definisi “penggunaan komersial” agar hanya berlaku pada musik yang memang diputar secara publik.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani juga menilai penetapan tarif seharusnya berbasis pemakaian musik, bukan jumlah kamar.

Baca Juga: Pengangkatan Komisioner LMKN Didugat, Sebab Pengelolaan Royalti Musik Tak Jelas

Menanggapi hal itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan bahwa royalti wajib dibayar karena pemutaran musik di ruang bisnis dianggap penggunaan komersial.

“Streaming layanan pribadi berbeda dengan pemutaran musik di bisnis. Itu wajib izin,” kata Agung Damarsasongko, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ari DP

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X