KONTEKS.CO.ID – Mulai tahun ini APBN mengalirkan uang tunjangan rumah dinas senilai Rp50 juta kepada 580 anggota DPR periode 2024-2029 setiap bulannya.
Fasilitas tersebut menuai kriti keras di masyarakat. Media sosial banjir gunjingan terhadap pendapatan baru anggota Dewan tersebut.
Dalam kacamata Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), uang “kontarakan” itu tak sejalan dengan upaya efisiensi berujung penghematan anggaran yang Presiden Prabowo Subianto kampanyekan sejak awal memerintah.
Baca Juga: Babak Baru Lisa Mariana Usai Tes DNA Negatif, Siap Bongkar Fakta Soal Ridwan Kamil di KPK
“Tunjangan rumah dinas DPR ini bisa dikatakan sebagai pemborosan anggaran negara yang sepatutnya dapat dialokasikan untuk kepentingan masyarakat yang lebih membutuhkan. Misalnya percepatan program tiga juta rumah layak huni bagi warga miskin,” ungkap Sekjen Seknas FITRA, Misbah Hasan, dalam keterangan resminya di Jakarta, mengutip Rabu 19 Agustus 2025.
Menurut Misbah Hasan, penggelontoran tunjangan rumah bagi anggota DPR bukanlah hal yang mendesak serta prioritas.
Masih banyak kebutuhan masyarakat yang memerlukan atensi melalui program pemerintan. “Prioritas tak tepat. Dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang masih memerlukan perbaikan, prioritas anggaran seharusnya diberikan untuk program yang langsung menyentuh kebutuhan dasar rakyat,” katanya.
Baca Juga: JPU Ungkap Kode Suap Mantan Ketua PN Jaksel Arif Nuryatna
“Apalagi kinerja Dewan sekarang masih tergolong rendah, terutama pada aspek legislasi dan pengawasan anggaran. Hampir tidak ada dokumen yang dihasilkan dari monitoring anggaran yang DPR lakukan,” klaim Misbah.
Seknas FITRA memberikan 5 alasan kenapa tunjangan rumah itu harus dibatalkan. Pertama, nilai tunjangan mampu memperlebar kesenjangan antara wakil rakyat dengan konstituennya.
Kedua, lanjut Misbah, tunjangan baru ini bisa dipandang sebagai pemborosan anggaran negara. Anggaran yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kepentingan masyarakat yang lebih membutuhkan.
Baca Juga: Geger di Perbatasan! Warga Belu NTT Tewas Ditembak saat Masuk Wilayah Timor Leste untuk Berburu
Misalnya, percepatan program tuga juta rumah layak huni bagi masyarakat miskin. Ketiga, metode pembayaran skema lumpsum dianggap tak transparan dan rawan penyalahgunaan. Sebab belum tentu tunjangan yang diterima untuk kebutuhan rumah (sewa/kontrak) karena tidak ada laporan aktualnya?
Keempat, beber dia, kemampuan ekonomi dan kondisi sosial masyarakat yang butuh bantaj perbaikan. Alasan terakhir, besarnya tunjangan bisa membuka potensi penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Khususnya jika tidak ada pengawasan ketat terhadap penggunaannya.
Artikel Terkait
Wapres Gibran Sambangi Rumah Try Sutrisno, Sebut Silaturahmi dan Antar Undangan HUT RI
Keterlibatan UMKM dalam Program 3 Juta Rumah Wujud Nyata Merdeka untuk Semua
Puan Maharani Bantah Gaji Anggota DPR RI Naik Rp3 Juta Per Hari, Singgung Uang Konpensasi Rumah Jabatan
Gaji DPR Disebut Rp3 Juta Sehari, Puan Maharani Buka Suara Soal Kompensasi Rumah
Gaji DPR Stagnan 15 Tahun, Tunjangan Beras Naik Jadi Rp12 Juta dan Rumah Rp50 Juta per Bulan