• Minggu, 21 Desember 2025

Kabar Terbaru Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI

Photo Author
- Selasa, 29 Juli 2025 | 21:08 WIB
KPK saat menggelar konferensi pers pengungkapan kasus dugaan korupsi pengadaan EDC BRI. (KPK)
KPK saat menggelar konferensi pers pengungkapan kasus dugaan korupsi pengadaan EDC BRI. (KPK)

KONTEKS.CO.ID - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melakukan sejumlah upaya guna mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan EDC BRI.

Sudah puluhan orang diperiksa di Gedung Merah Putih dalam dua pekan terakhir. Namun belum ada progres terbaru yang diumumkan penyidik terkait tersangka baru.

Pemeriksaan sendiri dilakukan mulai dari direktur BRI hingga dirut perusahaan swasta.

Baca Juga: Prabowo Perluas Whoosh hingga Surabaya, Gara-Gara Kepincut Dampak Ekonomi yang Luar Biasa, Apa Saja?

Pemeriksaaan terakhir dilakukan penyidik pada Kamis 24 Juli 2025 kemarin. Mereka memanggil tiga pihak swasta. Pertama, Direktur PT Qualita Indonesia, Lea Djamilah Sriningsih (LDS).

Penyidik memeriksa LDS dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di BBRI pada periode 2020-2024.

Saksi swasta kedua yang dipanggil penyidik adalah Andy Hianusa sebagai Direktur PT Yaksa Harmoni Global. Kemudian yang terakhir Agus Wijaya Sugiarto, Senior Manager PT NEC Indonesia untuk periode 2022 hingga sekarang.

Baca Juga: 140.000 Rekening Diblokir PPATK, Ada Dana Nasabah Senilai Rp428,6 Miliar Diselamatkan dari Oknum Internal Bank

“Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengutip Jumat 25 Juli 2025.

5 Tersangka Perkara Korupsi EDC BRI

Lembaga anti-rasuah itu terus mendalami beragam aspek teknis dan administratif pada proyek pengadaan yang bernilai triliunan rupiah tersebut. 

Mengutip laman KPK, penyidik sudah menetapkan lima orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengadaan EDC di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) tahun 2020-2024. 

Mereka yang dijadikan tersangka adalah CBH selaku Wakil Direktur Utama BRI tahun 2019–2024; IU Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI tahun 2020–2021.

Baca Juga: Sumi Dasco Desak BGN Perketat Pengawasan Program MBG Usai Rentetan Kasus Keracunan

DS sebagai SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI tahun 2020; EL Direktur Utama PT PCS; serta RSK selaku Direktur Utama PT BIT.

Dalam konstruksi perkaranya, terdapat dua skema dalam pengadaan mesin EDC ini, yaitu skema beli putus dan sewa. 

Dalam skema beli putus meliputi pengadaan tahun 2020-2024 sebanyak 346.838 unit senilai Rp942 miliar. 

Sedangkan skema sewa untuk 2020-2024 sejumlah 200.067 unit senilai Rp1,2 triliun. Dengan demikian, total anggaran dalam pengadaan tersebut senilai Rp2,1 triliun.

Baca Juga: Operasi Senyap Satgas Gabungan TNI Eliminasi Dua Pentolan OPM

Pada proses pengadaannya, diduga EL bersama IU dan CBH sepakat menjadikan EL sebagai vendor EDC Android di BRI dengan melibatkan PT BIT. 

Kemudian IU mengarahkan uji teknis hanya untuk merk tertentu saja. Adapun proses uji teknis tidak diumumkan secara terbuka, dan term of reference (TOR) disesuaikan untuk menguntungkan pihak tertentu. 

Selain itu, penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) didasarkan pada harga dari vendor yang telah dikondisikan menang, bukan dari harga resmi (principal). 

Selain itu, ditemukan fakta bahwa dalam skema sewa EDC, vendor pemenang mensubkontrakkan seluruh pengadaan tersebut tanpa izin dari BRI. Atas pengkondisian pengadaan mesin EDC di BRI ini, hitungan awal nilai kerugian keuangan negaranya mencapai Rp744 miliar.

Baca Juga: Menegangkan, Prajurit Kopassus Selamatkan Nyawa Tentara Elite Filipina

Selanjutnya sebagai imbalan atas dimenangkannya proyek, CBH diduga menerima hadiah dengan nilai total Rp525 juta dari EL. 

Selain itu, terdapat dugaan pemberian fee dari PT Verifone Indonesia kepada RSK sebesar Rp5.000 per-unit per-bulan, dengan total mencapai Rp10,9 miliar hingga tahun 2024.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X