“Kami tidak anti-investasi, tapi yang kami tolak adalah model pembangunan yang merusak dan mengorbankan masa depan anak cucu kami,” ujar Yulita Betew, seorang aktivis perempuan adat.
Tanggapan Bahlil
Dalam keterangan pers singkat setelah menyambut protes tersebut, Bahlil menyampaikan bahwa pihaknya memahami kekhawatiran warga.
“Saya mengerti perasaan masyarakat. Tapi mari kita lihat data dan fakta. Saya datang untuk mendengar langsung dan melakukan pengecekan di lapangan,” ujar Bahlil.
Namun, ia juga menegaskan bahwa izin tambang yang dipermasalahkan sudah diterbitkan sejak 2017, saat dirinya belum menjabat sebagai menteri.
Baca Juga: Jokowi Pilih PSI Meskipun Masuk Bursa Calon Ketua Umum PPP: Calon yang Sudah Beredar kan Banyak
Rencana Pertemuan dan Audit Lapangan
Menteri Bahlil dijadwalkan menggelar pertemuan tertutup dengan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, perwakilan masyarakat adat, serta perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan tersebut.
Ia juga direncanakan mengunjungi langsung lokasi tambang untuk mengevaluasi dampak lingkungan dan sosial.
Sementara itu, aktivis dari Institut Usba dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua Barat Daya menyatakan akan terus melakukan pemantauan dan menyiapkan langkah hukum jika pemerintah pusat tidak segera mencabut izin tambang di kawasan konservasi Raja Ampat.
“Ini adalah garis merah kami. Jika pemerintah tidak mendengar, kami siap menggugat ke Mahkamah Agung dan membawa kasus ini ke tingkat internasional,” kata Charles Imbir, Direktur Institut Usba.***
Artikel Terkait
Menteri Bahlil Hentikan Sementara Tambang Nikel di Raja Ampat, Ini Respons Perusahaan
Menbud Fadli Zon Tegaskan Tolak Tambang Nikel di Raja Ampat: Jangan Sampai Merusak
Ekosistem Raja Ampat Terancam, KLH Setop Aktivitas Tambang Milik Investor China
Charles Imbir: Tambang Nikel Ancam Masa Depan Raja Ampat Sebagai Kawasan Konservasi
Menteri Bahlil Klarifikasi Izin Tambang Nikel Raja Ampat: Diterbitkan Sebelum Saya Menjabat