• Minggu, 21 Desember 2025

Tambang Nikel Menggerus Hutan Rumah Suku Adat di Indonesia

Photo Author
- Kamis, 5 Juni 2025 | 09:15 WIB
Ilustrasi tambang nikel (Freepik)
Ilustrasi tambang nikel (Freepik)

KONTEKS.CO.ID - Bokum, salah seorang dari sedikit pemburu-pengumpul yang masih tersisa di Indonesia, memiliki pesan sederhana bagi para penambang nikel yang mengancam hutan lebat tempat tinggalnya: "Ini adalah tanah kami."

Ia berasal dari suku adat Hongana Manyawa, yang mencakup sekitar 3.000 anggota yang telah melakukan kontak seperti dirinya, dan sekitar 500 lainnya yang menolak kontak dengan dunia modern.

Rumah mereka di Pulau Halmahera dulunya merupakan kaleidoskop alam yang menakjubkan, menyediakan perlindungan dan sumber makanan.

Namun, kini sedang terkikis tambang nikel terbesar di dunia, seiring Indonesia mengeksploitasi cadangan besar logam yang digunakan dalam segala hal, mulai dari kendaraan listrik hingga baja tahan karat.

"Saya khawatir jika mereka terus menghancurkan hutan," kata Bokum kepada AFP di sebuah area terbuka di Halmahera tengah. "Kami tidak tahu bagaimana bertahan hidup tanpa rumah dan makanan kami."

Baca Juga: Greenpeace dan Anak Muda Papua Suarakan Ancaman Tambang Nikel di Raja Ampat

Nasib suku Hongana Manyawa, atau "Orang Hutan", mulai mendapat perhatian di Indonesia tahun lalu setelah sebuah video yang tersebar luas di Facebook menunjukkan anggota yang kurus kering dan belum melakukan kontak muncul dari hutan mereka yang berubah cepat untuk meminta makanan.

Namun, wilayah terpencil ini—sekitar 2.414 kilometer dari ibu kota Jakarta—masih jauh dari kesadaran publik.

AFP melakukan perjalanan ke dalam hutan Halmahera untuk melihat bagaimana konsesi tambang Weda Bay Nickel yang luas telah mempengaruhi tanah suku yang dulunya murni dan menjadi rumah bagi Hongana Manyawa.

Selama perjalanan tiga hari sejauh 36 kilometer melintasi bagian dari konsesi seluas 45.000 hektar, dampak operasi penambangan terlihat jelas.

Ledakan terkendali untuk mengekspos nikel mengguncang burung dari pepohonan, sementara helikopter yang berdengung di atas berbagi langit dengan burung beo hijau, burung hantu Maluku, rangkong, dan lebah raksasa.

Tunggul pohon menunjukkan bukti penebangan, dan penjaga tambang yang sedang tidak bertugas terlihat berburu burung tropis dengan senapan angin.

Baca Juga: Tolak Tambang Nikel, Institut Usba: Raja Ampat Bukan Koloni Industri ,Tapi Warisan Dunia yang harus Dilindungi!

Sepanjang malam, suara ekskavator yang menggaruk lapisan tanah menembus vegetasi lebat, bersaing dengan panggilan katak dan dengungan serangga.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ari DP

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X