Menurut Zainal, dalam sistem demokrasi, kebijakan semacam ini seharusnya didasarkan pada analisis yang matang, bukan justru menarik kesimpulan terlebih dahulu lalu mencari pembenaran.
Baca Juga: Mat Solar Meninggal Dunia, Rieke Diah Pitaloka Minta Ganti Rugi Rp3,3 Miliar ke Jasa Marga
“Dalam demokrasi, analisis harus mendahului kesimpulan. Bukan sebaliknya, di mana keputusan sudah dibuat lalu argumen dicarikan untuk mendukungnya. Ini bukan cara yang sehat dalam pembuatan kebijakan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti adanya masalah dalam manajemen jabatan di tubuh TNI. Menurutnya, dengan adanya surplus 419 jenderal, seharusnya pemerintah melakukan reformasi manajemen militer daripada menempatkan mereka dalam jabatan sipil.
Sebagai perbandingan, ia menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, meskipun jenderal merupakan posisi tertinggi, struktur kepemimpinan lebih banyak diisi oleh kolonel untuk efisiensi.
Baca Juga: IHSG Ambruk, Wanita Terkaya di Indonesia Kehilangan Rp59,3 Triliun Hanya dalam 3 Hari
“Jika kita terus membiarkan dwifungsi ABRI kembali hidup, kita seperti mengulangi kesalahan yang sama tanpa belajar dari pengalaman,” pungkasnya.***
Artikel Terkait
Soal RUU TNI, Mahfud MD Ungkap Diskusi Usia Pensiun TNI dengan Prabowo dan Bandingkan dengan Amerika Serikat
DPR Sahkan RUU TNI Jadi UU, Ini Pernyataan Lengkap Menhan Sjafrie Sjamsoeddin
Senpi Oknum TNI untuk Tembak Polisi Lampung Ditemukan, Laras Panjang Kaliber 5,56
Puan Maharani: Megawati Soekarnoputri Dukung UU TNI, Sudah Sesuai Harapan
Ditanya RUU TNI Disahkan, Lagi-lagi Presiden Prabowo Hanya Lambaikan Tangan