KONTEKS.CO.ID - Operasi Zebra Jaya 2025 langsung menemukan lonjakan pelanggaran lalu lintas pada hari pertama pelaksanaan, Senin, 17 November 2025.
Data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menunjukkan ribuan pengendara, terutama pengguna sepeda motor, masih abai terhadap aturan dasar keselamatan di jalan raya
Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Komarudin mengatakan bahwa tren pelanggaran yang muncul masih didominasi pada dua problematik klasik yakni tidak memakai helm dan melawan arus.
Baca Juga: Resmi Dimulai Senin Pagi Ini se-Indonesia, Operasi Zebra 2025 Fokus Lindungi Pejalan Kaki
“Di hari pertama didominasi pelanggaran tidak gunakan helm dan melawan arus pada roda dua,” ujar Komarudin, Selasa, 18 November 2025.
Tak hanya pengendara motor, pelanggaran pengemudi mobil juga terbilang tinggi. Komarudin menyebut banyak pengemudi yang memilih mengabaikan sabuk pengaman dan tetap memainkan ponsel saat menyetir, dua perilaku yang sering menjadi pemicu kecelakaan fatal.
“Untuk mobil didominasi pelanggaran penggunaan sabuk pengaman dan menggunakan Hp (handphone),” tuturnya.
Ribuan Pelanggar di Hari Pertama
Data rinci yang dirilis Korps Lalu Lintas tidak hanya menunjukkan tingginya pelanggaran, tetapi juga menegaskan bahwa edukasi keselamatan yang digencarkan bertahun-tahun belum cukup mengubah perilaku pengguna jalan.
Adapun rincian pelanggaran hari pertama yaitu; 2.189 pengendara motor tidak memakai helm, 676 pengendara melawan arus, 1.394 pengemudi mobil tidak mengenakan sabuk pengaman, dan 53 pengemudi kedapatan menggunakan ponsel saat berkendara.
Angka-angka tersebut memperlihatkan bahwa perilaku ceroboh di jalan raya masih menjadi tantangan besar, meski risiko kecelakaan terus meningkat di kawasan Jabodetabek.
Baca Juga: Operasi Zebra 2025 Digelar Serentak Besok, Polisi Cari 10 Pelanggaran Pengendara Motor dan Mobil
Fokus pada 11 Pelanggaran Utama
Operasi Zebra Jaya 2025 berlangsung sejak 17–30 November, menyasar pelanggaran yang selama ini menjadi penyebab utama kecelakaan dan kemacetan.
Selain penindakan, operasi ini disebut bertujuan mengubah perilaku berkendara, meski efektivitasnya sering dipertanyakan karena pelanggaran tinggi biasanya kembali terjadi setelah operasi berakhir.