KONTEKS.CO.ID - Kalimat 'apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro!' sudah melekat di benak masyarakat Indonesia. Namun perjalanan bisnis pemilik Teh Botol Sosro, keluarga Sosrodjojo, sampai bisa terkenal seperti sekarang ini tentu tak semudah membalik telapak tangan.
Apa saja strategi dari keluarga Sosrodjojo untuk memperkenalkan Teh Botol Sosro? Yuk baca sampai akhir.
Teh, Awalnya Cuma Tanaman Hias
Tanaman teh masuk ke Jawa pada 1684. Seorang dokter pengajar ahli botani sekaligus saudagar Jerman bernama Andreas Cleyer membawa biji-biji teh dari Jepang ke Pulau Jawa.
Baca Juga: Paradoks Luhut Panjaitan: Tak Pernah Telat Naik Pangkat, Namun 'Nangis' di Jabatan
Kala itu, pohon teh hanya menjadi tanaman hias karena bentuknya yang bagus.
Baru pada tahun 1728, VOC menaruh perhatian pada tanaman teh. Lalu VOC mendatangkan biji teh dari China dalam jumlah yang banyak. Namun bisnis teh kurang berhasil kala itu.
Satu abad kemudian, sekitar tahun 1830 saat budaya minum teh mulai populer di Eropa, tanaman ini menjadi wajib tanam di Indonesia.
Baca Juga: Dua Dunia Ratmi B29: Veteran Perang Peraih Bintang Gerilya Hingga Ratu Panggung Hiburan
Belanda melalui Cultuur Stelsel memaksa rakyat Indonesia menanam teh secara paksa di kebun milik pribadi atau sewaan.
Ketika panen, Belanda membeli hasilnya dan mengirimnya ke Eropa. Sejak saat itu teh menjadi bagian dari kehidupan rakyat di Pulau Jawa.
Sejumlah literasi menyebutkan, 2.000 hektare kebun teh ada di Jawa pada 1841. Lalu pada 1870, luas lahan mencapai 3.000 hektare bersamaan dengan berakhirnya era tanam paksa.
Baca Juga: Satsus Intel, Kisah Satuan 'James Bond' Indonesia Didikan CIA, MI6, dan Mossad
Sekitar 15 perusahaan yang berbisnis perkebunan teh di Pulau Jawa kala itu.
Tahun 1940-an jumlahnya sudah melonjak jadi 324 perusahaan. Saat itulah di masa inilah Souw Seng Kiam mulai bisnis teh.
Jual Teh Kering Saat Harga Merosot
Souw Seng Kiam mulai berbisnis teh di Slawi, Jawa Tengah, pada 1940. Lelaki berdarah Tiongkok tersebut menjual teh kering dengan merek Teh Cap Botol karena harga teh merosot.
Baca Juga: Kisah Kelam Isaac Newton, Jenius Sains yang Pernah Gagal dalam Investasi Saham
Skala bisnisnya adalah rumahan dengan tiga orang pegawai produksi dan enam karyawan di bagian pengepakan.
Souw Seng Kiam tidak sendiri berbisnis teh kering. Banyak pengusaha yang melakukan bisnis serupa.
Souw Seng Kiam merupakan generasi pertama dari keluarga Sosrodjojo. Sosrodjojo kini terkenal sebagai pendiri Teh Botol Sosro mengemas campuran dari teh hijau dan bunga melati.
Baca Juga: Mikhail Kalashnikov, Pencipta Senapan Serbu 'Sejuta umat' AK-47 yang Merasa Berdosa di Akhir Hidupnya
Namun harus hari-hati meraciknya. Rasa teh berubah tidak enak jika salah meraciknya.
Hal itulah yang membuat Teh Cap Botol milik Sosrodjojo sulit menembus Jakarta. Padahal, penjualan di Jawa sangat sukses.
Strategi Cicip Rasa Teh Cap Botol
Ketika pindah ke Jakarta pada 1950, Sosrodjojo mendorong empat anak lelakinya yaitu Soetjipto, Soegiharto, Soemarsono, dan Surjanto mengkampanyekan cara meracik teh yang pas. Tujuannya agar racikan itu menghasilkan rasa teh yang enak.
Baca Juga: Pendiri KFC Kolonel Sanders: Bersahabat dengan Kegagalan, Resepnya Ditolak 1.008 Restoran, Baru Sukses di Usia 60 Tahun
Sosrodjojo juga mewariskan kebun teh beserta pabriknya kepada keempat anaknya tersebut.
Surjanto yang ketika itu baru pulang sekolah dari Jerman mendapat tugas untuk memasarkan Teh Cap Botol ke pasar- pasar dan pusat keramaian.
Ia membuat kreasi jualan baru, mengendarai mobil dan memutarkan lagu-lagu. Surjanto juga menggunakan pengeras suara untuk mengundang para pengunjung dan membagikan teh gratis.
Baca Juga: Erwin Rommel: Jenderal Hebat Pahlawan Jerman, Mati Menelan Kapsul Sianida Demi Melindungi Keluarga
Sesuai amanat sang ayah, Surjanto mendemontrasikan cara menyeduh Teh Cap Botol yang benar.
Mereka menyebutnya dengan strategi cicip rasa. Strategi tersebut merek lakukan secara jor-joran.
Masyarakat menyukai rasa Teh Cap Botol. Namun tidak menyukai proses pembuatan teh yang butuh waktu 30 menit untuk membuat segelas teh. Mulai dari merebus air hingga menyeduh teh.
Baca Juga: Nurnaningsih, Keturunan Keraton yang Jadi Bom Seks Pertama Era 1950-an, Masa Tua Miris Harta Habis
Alhasil, promosi tersebut dinilai kurang efektif karena membuat orang menjadi bosan menunggu.
Tak patah semangat, anak-anak Sosrodjojo lalu menyiapkan panci-panci yang berisi air teh dari kantor. Tapi jalanan Jakarta yang berlubang membuat teh dalam panci tumpah di mobil.
Membotolkan Teh
Soejipto memutar otak lagi. Tercetuslah inovasi baru: membotolkan teh. Dia memasukan teh ke dalam botol limun lalu menyimpan di dalam boks es sebelum membawanya ke pasar.
Baca Juga: Sejarah Lokalisasi Gang Dolly: Mengaku Bukan Germo, Sakit Hati Advenso Dollyres Chavit Terbawa Sampai Mati
Waktu itu masyarakat Indonesia belum mengenal produk minuman kemasan, apalagi teh seduh yang tersaji di dalam botol dingin.
Kala itu, kebiasaan masyarakat adalah minum teh seduh di gelas atau cangkir dan dalam kondisi panas atau hangat. Itu sebabnya produk teh botol Sosro Joyo bersaudara tidak segera diterima masyarakat.
Namun anak-anak Sosrodjojo pantang menyerah. Mereka terus membagikan teh dalam botol gratis kepada masyarakat di jalan atau pasar.