kontekstory

Bing Slamet, Seniman Legendaris yang Pernah Jadi Agitator Incaran Tentara Jepang

Jumat, 1 September 2023 | 08:00 WIB
Bing Slamet dan Benyamin S sendang rekaman di studio musik. Bing Slamet adalah seniman legendaris indonesia yang saat remaja pernah jadi incaran Tentara Jepang. (Dokumentasi: istimewa)

Pionir Impersonate, Bikin Band Legendaris

Dalam bidang komedi, Bing tampil dengan sebuah inovasi. Dia adalah pelawak pertama di Indonesia yang menghadirkan tren melawak dengan teknik penggunaan logat dari beberapa daerah di Tanah Air.

Tahun 1953, sewaktu ikut lomba lawak, Bing berhasil meraih juara berkat kepiawaiannya menirukan suara dan logat tokoh dan artis top dunia (impersonate). Sejak saat itu, muncul lawakan gaya baru yang menirukan suara dan berbagai logat dari berbagai suku di Tanah Air.

Setahun kemudian, Bing menjadi juara lomba Bintang Radio untuk kategori hiburan. Ini membuat kariernya semakin mulus. Tak heran jika pada 1955 label Gembira Record dan Irama Record merilis piringan hitam pertama Bing.

Baca Juga: Titien Sumarni Si Ratu Layar Perak: Skandal Seks, Prostitusi Artis, Guna-Guna Lalu Wafat Dalam Kondisi Miskin

Kala itu, masyarakat mengenal Bing Slamet sebagai penyanyi keroncong, pop dan jazz. Ia juga mahir bermain gitar dan menulis lagu. Lagu berjudul ‘Cemas’ adalah lagu pertama yang ia ciptakan bersama Dick Abell, seorang gitaris musik jazz.

-
Karya-karya musik Bing Slamet (Foto: dokumentasi Denny Sakrie)

Tak berselang lama, lagu-lagu hits karangan Bing mulai akrab di telinga masyarakat seperti ‘Risau’, ‘Hanya Semalam’, ‘Murai Kasih’, ‘Belaian Sayang’, dan juga ‘Padamu’.

Pada 1963, Bing Slamet membentuk grup musik bernama Eka Sapta. Personelnya adalah Idris Sardi pada bass dan biola, Lodewijk Ireng Maulana pada gitar dan vokal, Benny Mustafa van Diest pemain drum.

Baca Juga: Penembak Misterius, Hikayat Nyawa Murah di Era Rezim Orba Atas Nama Ketertiban

Lalu Itje Kumaunang pemegang gitar, Darmono pemain vibraphone, Muljono pemain piano, dan Bing sendiri sebagai pemetik gitar, perkusi, dan vokal.

Eka Sapta menjadi fokus perhatian karena keterampilan personelnya memainkan musik yang tengah tren pada zamannya. Band ini merilis sejumlah album pada label Bali Record, Canary Record, dan Metropolitan Records, yang kelak berubah menjadi Musica Studio's.

Eka Sapta adalah kelompok musik pop yang terdepan di negeri ini pada era 1960-an hingga awal 1970-an. Para musisi grup ini di kemudian hari menjadi musisi besar di Indonesia.

Baca Juga: Syarifah Nawawi, Kasih Tak Sampai Tan Malaka Sang Bapak Republik

Melegenda sebagai Pelawak dan Aktor

Kehebatan Bing Slamet adalah mampu membagi konsentrasi antara bermain musik, menyanyi, bikin lagu, melawak, dan bermain film layar lebar.

Di bidang lawak, Bing Slamet pernah membentuk beberapa grup lawak seperti Trio Los Gilos, Trio SAE, dan juga EBI.

Dari beberapa grup lawak yang ia bentuk, Kwartet Jaya adalah grup lawak yang paling populer dan paling lama bertahan. Kwartet Jaya berdiri pada 1967 dengan personel empat orang yakni Eddy Sud, Ateng, Iskak, dan Bing Slamet sendiri.

Baca Juga: Mitos Babi Ngepet, Pesugihan Modern yang Lahir dari Kecemburuan Sosial

Mereka berempat sukses mengisi panggung-panggung hiburan dengan lawakan-lawakan yang fenomenal pada zamannya. Aksi kocak empat sekawan ini berhasil mendominasi pementasan lawak di Tanah Air hingga pertengahan tahun 1970-an.

-
Bing Slamet dalam film Koboi Cengeng (1974) bersama Vivi Sumanti, Iskak dan Mieke Wijaya.

Keempat personil Kwartet Jaya kemudian merambah dunia film. Bing mendirikan sebuah perusahaan film bernama Safari Sinar Sakti Film yang memproduksi beberapa film layar lebar yang laku keras di pasaran.

Genre film produksi perusahaan film itu adalah film komedi yang selalu sukses mengocok perut para penonton. Beberapa judul film yang terkenal di antaranya ‘Bing Slamet Setan Jalanan’ yang diproduksi tahun 1972, dan 'Bing Slamet Dukun Palsu' pada 1973.

Baca Juga: Misteri Kematian Tragis Ditje Budiarsih, Peragawati Cantik Keturunan Bangsawan yang Tak Pernah Terungkap

Film ‘Koboi Cengeng’ yang tayang di bioskop pada 1974 adalah film terakhir Bing Slamet. Ia menghembuskan nafas terakhir pada 17 Desember di tahun yang sama karena penyakit liver yang dideritanya.

Saat berpulang, umur Bing Slamet baru 47 tahun. Industri hiburan kaget kehilangan salah satu tokoh pentingnya. Ribuan pelayat mengiringi jenazah Bing Slamet ke tempat peristirahatan terakhirnya di TPU Karet.

-
Demi melihat Bing Slamet untuk terakhir kalinya, Benyamin dan Ateng rela berdesakan dengan kerumunan orang di TPU Karet Bivak pada 17 Desember 1974. (Sumber foto: Facebook Indonesia Tempo Doeloe)

Iring-iringan mobil dan motor sepanjang hampir empat kilometer merupakan bukti bahwa sosok Bing dan karyanya mendapatkan tempat istimewa di hati masyarakat luas.***

Baca Juga: Hukum di Masa Rezim Orba: Nestapa Sengkon Karta, Divonis Tanpa Bersalah Lalu Menderita Sampai Meninggal

Halaman:

Tags

Terkini