kontekstory

Sie Kong Lian, Sosok Penting di Balik Pekik Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928: Bapak Kos Para Tokoh Pemuda yang Hibahkan Rumah demi Sejarah Indonesia

Minggu, 26 Oktober 2025 | 09:00 WIB
Sie Kong Lian, pemilik rumah kos yang melahirkan tokoh-tokoh nasional. Kosannya juga menjadi tempat deklarasi Sumpah Pemuda. (KONTEKS.CO.ID/Dok. IG Museum Sumpah Pemuda)

Selain belum mencantunkan kata Raya, bagian refrein pun belum Indonesia merdeka-merdeka, tetapi Indonesia mulia-mulia.

Baca Juga: Menyingkap Sejarah Richard Mille, Jam Tangan Ultra Mewah Milik Sahroni yang Sempat Dijarah Warga

Namun yang pasti, pada Kongres Pemuda II inilah momen cikal bakal lagu kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan kepada publik untuk pertama kalinya.

WR Supratman membawakan lagu tersebut dengan iringan biola. Para peserta kongres sampai ada yang berkaca-kaca. Mereka juga meminta agar WR Supratman kembali menyanyikannya.

Peserta bukan hanya terhibur, tetapi karena lagunya sangat bagus dan enak didengar. Sayangnya, WR Supratman tidak memenuhi permintaan peserta kongres karena situasinya tidak memungkinkan.

Baca Juga: Potret Buram Mayor Sabarudin, Tentara Psikopat Era Kemerdekaan yang Cuma Tunduk pada Tan Malaka

Di luar Kongres Pemuda II, surat kabar berbahasa Melayu-Tionghoa, Sin Po, yang pertama kali memuat teks dan notasi lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman pada 10 November 1928.

Peran etnis Tionghoa dalam Sumpah Pemuda sejatinya tidak berhenti pada Sie Kong Lian, sang pemilik pondokan.

Sejarah mencatat terdapat empat pemuda peranakan Tionghoa yang menghadiri Kongres Pemuda kedua. Mereka adalah Kwee Thiam Hong, Oey Kay Siang, John Liauw Tjoan Hok, dan Tjio Djin Kwie.

Baca Juga: Mengenang Sepak Terjang K'tut Tantri, Warga Amerika yang Berjuang di Pertempuran Surabaya 10 November 1945

Rumah Kos Dihibahkan ke Negara

Setelah Kongres Pemuda II, rumah kos Sie Kong Lian sudah mulai ditinggalkan pelajar. Alhasil, bangunan ini disewakan kepada Pang Tjem Jam pada 1937-1951.

Pang Tjem Jam menjadikannya sebagai tempat tinggal. Setelah Tjem tak berdiam di sana lagi, Loh Jing Tjoe menyewanya sebagai toko bunga pada 1937-1948.

Tak cuma disewakan sebagai tempat tinggal hingga toko, gedung Museum Sumpah Pemuda juga pernah dijadikan hotel. Pada 1948-1951, gedung berubah fungsi menjadi Hotel Hersia.

Baca Juga: Cerita Tentang Laswi, dari Mangga Tuti Amir Hingga Duo Maung Bikang yang Doyan Penggal Kepala Musuh

Pada 1951-1970, bangunan ini disewa kembali oleh negara sebagai Kantor Inspektorat Bea & Cukai. Pada 3 April 1973, gedung milik Sie Kong Lian pun dikelola oleh Pemerintah Jakarta. Pemda melakukan pemugaran pada 20 Mei 1973.

Sie Kong Lian sendiri kemudian membeli rumah di Senen Raya Nomor 40. Rumah ini kemudian ditinggali hingga akhir hayatnya pada tahun 1954.

Cucu Sie Kong Lian bernama Yanti Silman menceritakan, engkongnya meninggal di rumah tersebut karena stroke, bukan di rumah sakit. Kini, rumah itu dijadikan tempat praktik generasi keturunan Sie Kong Lian yang banyak berprofesi sebagai dokter.

Baca Juga: Ide Gila Jenderal Prof Moestopo, Bentuk Barisan Pelacur dan Maling Hancurkan Belanda di Era Revolusi Kemerdekaan

Halaman:

Tags

Terkini