kontekstory

Salim Group, Raksasa Ekonomi yang Pernah Berada di Titik Terendah Bisnis, Politik, dan Krisis

Sabtu, 22 Februari 2025 | 20:15 WIB
Para pendiri Salim Group dalam frame foto. (Tangkapan Layar Youtube)

Masyarakat yang marah terhadap pemerintahan Soeharto melampiaskan kemarahan mereka kepada Salim, yang dianggap sebagai bagian dari lingkaran kekuasaan tersebut.

Baca Juga: Kisah Brutal Neo Nazi Era Kini: 10 Pembunuhan, 15 Perampokan Bank, dan Tiga Serangan Bom

Unjuk rasa yang berawal damai berubah menjadi kerusuhan rasial pada 13 Mei 1998. Jakarta dan sekitarnya dilanda penjarahan, pembakaran, serta aksi kekerasan yang menargetkan komunitas China.

Bangunan dan kendaraan milik warga China menjadi sasaran amukan massa yang terprovokasi.

Jemma Purdey dalam "Kekerasan Anti-Tionghoa di Indonesia 1996-1999" (2013) menyebutkan bahwa sentimen anti-China muncul akibat stereotip bahwa mereka kaya dan dekat dengan kekuasaan. Salim, sebagai figur terkemuka dalam dunia bisnis, menjadi simbol dari kelompok ini.

Baca Juga: Sejarah Gelar Haji: Cuma Ada di Indonesia, Awalnya Taktik Kolonial Belanda Redam Perlawanan

"Perusahaan para cukong dan keluarga Soeharto menjadi sasaran utama pembakaran dan penjarahan. Bank Central Asia milik Liem Sioe Liong adalah target utama," tulis Ricklefs.

Beruntung, saat kerusuhan terjadi, Sudono Salim, istri, dan beberapa anaknya berada di Amerika Serikat untuk operasi mata. Di Jakarta hanya ada anak tertuanya, Anthony Salim yang bertahan di Wisma Indocement, Jl. Sudirman.

Anthony menerima kabar pada 14 Mei 1998 bahwa rumah keluarganya di Roxy diserang massa bersenjatakan jerigen bahan bakar. Menyadari bahayanya, ia memerintahkan satpam untuk membiarkan massa masuk, demi menghindari pertumpahan darah.

Baca Juga: Xanana Gusmao 'Che Guevara' dari Timor Leste; Pejuang Humanis Tanpa Dendam, Bestie Habibie, Musuh Soeharto

Dalam hitungan menit, rumah Salim terbakar. Mobil di garasi hangus, furnitur dan lukisan dihancurkan, sementara dinding rumah dicoret-coret dengan kata-kata kasar. Pemberitaan Kompas 15 Mei 1998 menyebutkan, foto-foto Salim dilempari batu dan dibakar di jalanan.

Anthony segera menyusun rencana untuk melarikan diri. Ia khawatir kantornya di Wisma Indocement akan mengalami nasib serupa.

Dengan menggunakan pesawat jet pribadi, ia meninggalkan Jakarta menuju Singapura untuk memantau bisnisnya dari sana.

Baca Juga: Legenda Ken Arok, Pemuda Jawa Penghalal Segala Cara Demi Kekuasaan

Keruntuhan dan Kebangkitan Kembali

Setelah kerusuhan mereda dan Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, dampak terhadap bisnis Salim sangat terasa.

Halaman:

Tags

Terkini