Dana Rp200 triliun itu disebar ke enam bank: BNI, BRI, Mandiri, BTN, BSI, dan sebagian kecil ke Bank DKI. Bunga yang diberikan 4 persen dengan tenor enam bulan.
Baca Juga: TRING by Pegadaian, Super App Emas Digital BRI Group dengan Ekosistem Terlengkap
Tapi saya mengingatkan, jangan sampai ini hanya jadi “parkir dana” baru. Tujuan utamanya adalah menyegarkan ekonomi riil, bukan mempercantik neraca bank.
Kebijakan ini berbeda jauh dari pendekatan Sri Mulyani yang lebih konservatif. Apakah ini pergeseran mazhab ekonomi?
Iya, jelas berbeda. Bu Sri Mulyani mewakili mazhab kapitalisme swasta — disiplin, hati-hati, mengandalkan mekanisme pasar. Pak Purbaya membawa mazhab kapitalisme negara — berani cawe-cawe, negara aktif menggerakkan roda ekonomi.
Keduanya masih dalam kerangka kapitalisme, tapi dengan karakter berbeda. Saya pribadi melihat Purbaya mencoba menjadi jembatan antara state capitalism dan market capitalism.
Itu bagus. Asal jangan ekstrem ke kiri atau kanan. Kita ini negara Pancasila, jadi harus berdiri di tengah — kapitalisme yang berkeadilan.
Baca Juga: Lisa BLACKPINK Resmi Jadi Duta Pariwisata Thailand, Ditarget Dongkrak Kunjungan Wisman
Apakah dengan langkah ini target pertumbuhan 6–7 persen realistis tercapai?
Secara logika, tidak mudah. Penggelontoran Rp200 triliun memenuhi syarat perlu, tapi belum syarat cukup. Untuk mencapai pertumbuhan tinggi, kita butuh lebih dari sekadar uang beredar.
Harus ada iklim bisnis yang sehat, penegakan hukum yang tegas, dan pemberantasan korupsi.
Selama biaya usaha masih tinggi dan kepastian hukum lemah, investor enggan ekspansi. Bahkan beberapa perusahaan besar ingin keluar dari Indonesia. Jadi, uang boleh banyak, tapi kalau sistemnya belum efisien, hasilnya tetap lambat.
Anda juga menyinggung soal risiko utang jatuh tempo Rp1.400 triliun. Seberapa serius persoalan ini?
Ini harus menjadi perhatian serius. Tahun lalu utang jatuh tempo hanya Rp800 triliun, sekarang hampir dua kali lipat. Selama penerimaan negara kuat dan disiplin fiskal dijaga, masih aman. Tapi kalau pola utang baru dipakai untuk menutup utang lama, itu berbahaya.
Baca Juga: HP Itel 2025 Cuma Rp1 Jutaan: Tahan Lama dan Fitur Melimpah, Mirip iPhone 16
Artikel Terkait
Kembali Goyang! Begini Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terbaru Terhadap Dolar AS Hari Ini
Turki dan Indonesia Merayakan 75 Tahun Hubungan Diplomatik, Perkuat Kemitraan Strategis di Ankara
Prabowo Perintahkan Mentan Buat Pupuk Berkualitas Tinggi
Menko Airlangga Ungkap Jumlah Pengguna QRIS Sudah Salip Kartu Kredit, Ini Angkanya
Ekonom Ungkap Dugaan di Balik Melesatnya Anggaran Pertahanan Era Pemerintahan Prabowo