KONTEKS.CO.ID - Penutupan aktivitas Tambang Grasberg Freeport karena ada tujuh pekerja yang terjebak material basah dan akhirnya ditemukan meninggal dunia, memberi efek domino yang signifikan.
Seperti diketahui Tambang Grasberg menyumbang sekitar separuh dari cadangan Freeport Indonesia.
Dan, diperkirakan tambang tersebut menghasilkan sekitar 70 persen dari total produksi tembaga dan emas hingga 2029.
Perusahaan memperkirakan operasi baru dapat dapat penuh kembali berjalan pada 2027.
Namun, beberapa area yang tidak terdampak akan dioperasikan lebih awal pada akhir tahun ini.
Freeport sebelumnya telah menyatakan force majeure untuk pengiriman tembaga dari Indonesia.
Baca Juga: Sebanyak 17 dari 61 Jenazah Korban Ambruknya Musala Al Khoziny Berhasil Diidentifikasi
Selain itu juga memangkas proyeksi produksi untuk tahun ini serta tahun depan atau 2026.
Alhasil produksi tembaga pada kuartal keempat tahun diperkirakan sangat kecil, sehingga target penjualan 2026 diturunkan sampai 35 persen.
Menurut Benchmark Mineral Intelligence (BMI), total kehilangan produksi dari 8 September hingga akhir 2026 diperkirakan mencapai hampir 600 ribu ton tembaga.
Baca Juga: Ruben Amorim Bisa Bernapas Lega, tapi Ancaman Pemecatan Masih Mengintai
Jumlah itu setara dengan produksi tambang Collahuasi di Chile, tambang tembaga terbesar ketiga di dunia.
Gangguan di Tambang Grasberg ini menambah tekanan terhadap pasokan global.
Artikel Terkait
Amerika Serikat Minati Tembaga RI, Menteri ESDM Bilang Akan Bahas dengan Presiden Prabowo
Ekspor Tembaga Indonesia ke AS Dapat Tarif Nol Persen, Ini Penjelasan Pemerintah
Tambang Grasberg Freeport Masih Dihentikan, Pasokan Tembaga Global Kian Tertekan
Tiga Korban Pekerja Tambang Grasberg Freeport Ditemukan, Kondisi Meninggal Dunia, Sisa Dua Lagi
Kerugian Tambang Ilegal di Babel Tembus Rp300 Triliun, Prabowo: Basmi Semua Pelanggar Hukum!